Sabtu, 23 November 2024

Fahri Hamzah: Keberadaan Fraksi di DPR Membuat Kamar Legislatif Jadi Tidak Berdaya

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Fahri Hamzah Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia. Foto: Faiz suarasurabaya.net

Fahri Hamzah Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mengatakan, keberadaan fraksi di DPR selama ini membuat kamar legislatif menjadi tidak berdaya, sehingga perlu dilakukan penghapusan.

Fahri menilai fraksi menjadi alat kepentingan politik ketua umum partai atau elit-elit politik lainnya, bukan berpikir untuk rakyat atau konstituen

“Jadi berbicara reformasi politik, menghapus fraksi di DPR di antara yang paling penting kita lakukan karena berbagai atau banyak alasan. Alasan pertama tadi kita melihat agak mencemaskan bagaimana sebuah kekuatan di kamar kekuasaan legislatif itu tidak nampak fungsinya,” kata Fahri dalam Gelora Talk secara daring bertajuk ‘Reformasi Sistem Politik, Mengapa Fraksi di DPR Sebaiknya Dihapus?’, Rabu (12/1/2022) petang.

Menurut Fahri, saat menjadi Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019, dirinya diminta melakukan tindakan yang bertentangan dengan kehendak masyarakat oleh partai sebelumnya (PKS), karena dipengaruhi oleh oligarki. Hingga akhirnya dia dipecat, karena memilih melawan.

“Saya sendiri memiliki yurisprundensi, makanya waktu itu saya melawan kendali partai, karena berpotensi mendistorsi kehendak rakyat menjadi kehendak parpol. Ini yang mesti kita lawan ke depan,” kata dia.

Dalam sistem demokrasi, lanjutnya, anggota DPR harus menjadi wakil rakyat, bukan sebaliknya, menjadi wakil partai politik. Menurut Fahri, jika pandangannya terus begitu, maka akan membahayakan.

Fahri menilai adanya kekeliruan tersebut karena adanya kekeliruan paradigmatik yang memandang apa peran partai politk dalam fraksi.

“Ketika kita sudah memilih sistem demokrasi, mau tidak mau maka kita harus memurnikan demokrasi itu, tidak saja sebagai nilai-nilai luhur, tetapi juga dalam sistem pemilu dan sistem perwakilan kita,” tegasnya.

Terkait keberadaan fraksi ini, kata Fahri, akhirnya memunculkan sekelompok orang di balik layar yang terlihat menyetir parlemen. Akibatnya, hubungan antara eksekutif dengan legislatif, menjadi tidak sehat dan bisa menginvasi yudikatif.

“Fraksi ini sebenarnya ada dalam tradisi totaliter seperti dalam tradisi negara komunis. Di tradisi demokrasi, perannya negara totaliter itu, ya partai politik adalah negara itu sendiri. Makanya hampir tidak ada jarak dengan partai politik dengan jabatan publik,” ungkapnya.

“Artinya sehari-hari mereka lebih nampak sebagai wakil partai politik. Karena itu lah reformasi politik perlu dilakukan,” imbuhnya. (faz/dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs