Aisah Putri Budiatri Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) mengatakan, ada beberapa faktor yang bisa mengakibatkan menurunnya popularitas Partai Golkar menjelang Pemilu 2024.
Salah satunya, kecanggungan Golkar menarik perhatian publik terkait penetapan calon presiden yang bakal diusung Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Menurutnya, daya tarik Golkar sempat meningkat karena membentuk koalisi bersama Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sayangnya, sampai sekarang KIB belum menonjolkan calon untuk pilpres yang ditunggu-tunggu publik.
“Golkar yang mulanya nampak mendorong sosok Airlangga, sekarang kelihatan tidak sekuat dulu untuk mendorong ketua umumnya ke ruang publik. Di luar itu, KIB termasuk Golkar, masih sangat berhati-hati menentukan calon presiden,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (1/11/2022), di Jakarta.
Kesan ragu-ragu itu membuat Golkar dan KIB kalah dengan partai lain yang bisa menarik popularitas karena solid mendorong nama capres atau setidaknya memiliki nama bakal capres yang konsisten populer di mata publik.
“Misalnya Ganjar yang lekat dengan PDIP, Anies dengan NasDem, AHY dengan Demokrat. Hal itu menjadikan Golkar tidak lagi jadi pusat perhatian publik. Sehingga, mempengaruhi popularitas partai,” imbuhnya.
Selain itu, Puput menilai ada faktor konteks yang lebih luas selepas Pemilu 2019.
Dia menjelaskan, Golkar cenderung tidak menunjukkan sikap mendukung kebijakan-kebijakan pro publik. Posisinya sebagai bagian dari koalisi Pemerintah di satu sisi membuat Golkar menjadi lebih terkontrol dalam merespon persoalan publik dan tidak kritis terhadap kebijakan Pemerintah. Bahkan, Golkar termasuk parpol yang kontroversial di mata publik.
“Misalnya, waktu isu UU Cipta Kerja omnibus law, Golkar menjadi salah satu partai yang paling vokal mendukungnya meski menjadi kontroversi di ruang publik,” katanya.
Berikutnya, sosok elite Golkar yang berada di pemerintah dan parlemen belum berhasil menonjolkan program unggulan yang terkesan berpihak kepada rakyat.
“Kebanyakan pemberitaan terkait dengan elite-elite Golkar ada pada respons mereka terhadap kebijakan pemerintah atau terkait koalisi menuju pilpres. Tapi, bukan prestasi mereka dalam posisi jabatan publik masing-masing elite. Kalau pun mungkin ada, tidak terlalu menonjol dan tenggelam dalam diskusi publik,” sambungnya.
Sementara itu, Melkiades Laka Lena politikus Partai Golkar menyatakan, mesin partainya bekerja nyata untuk masyarakat, di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto.
“Mesin Golkar terus bergerak dinamis sejak 2019. Penanganan Covid-19 menjadi ajang kerja dan bakti Golkar juga media konsolidasi mesin dan figur partai untuk berkarya melayani masyarakat dalam berbagai bidang dan peran yang diemban baik eksekutif, legislatif mau pun peran fungsionaris dalam berbagai karya kemasyarakatan di pusat dan daerah,” ucapnya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (1/11/2022).
Melki yang menjabat Wakil Ketua Komisi IX DPR RI menambahkan, Golkar menyadari betul pentingnya konsolidasi dan figur yang andal seperti Airlangga untuk terus membantu masyarakat.
“Partai Golkar sebagai perpaduan partai berbasis sistem yang kuat dan figur andal terus lakukan konsolidasi organisasi untuk menjawab tantangan masyarakat. Pak Airlangga dan jajaran DPP PG, juga pengurus partai di daerah sampai tingkat desa kelurahan terus bergerak mendayagunakan semua potensi Partai Golkar membantu masyarakat,” ungkapnya.
Terkait prediksi merosotnya elektabilitas berdasarkan hasil survei, Melki bilang itu tidak membuat Golkar melupakan tugasnya hadir di tengah kehidupan masyarakat.
Sekadar informasi, survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) memprediksi dukungan suara pemilih untuk PDI Perjuangan akan melonjak dari 19,3 persen pada Pemilu 2019 menjadi 24 persen pada Pemilu 2024.
Kemudian, Partai Gerindra juga naik dari 12,6 persen menjadi 13,4 persen. Sedangkan Partai Golkar diperkirakan menurun dari 12,3 persen menjadi 8,5 persen.(rid/ipg)