Anis Matta Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia berharap Joko Widodo (Jokowi) Presiden meninggalkan warisan atau legacy yang baik sebagai seorang pemimpin, saat mengakhiri jabatannya selama dua periode pada 2024 mendatang.
Jokowi perlu menyiapkan pemimpin Indonesia berikutnya melalui Pemilu 2024, yang mampu menghadapi krisis berlarut yang jauh lebih berat dari sekarang.
“Alasan terbesar melakukan pemilu tepat waktu adalah karena krisis besar itu membutuhkan pemimpin baru. Alasan terbesarnya disitu, bukan justru dipakai sebagai alasan untuk menunda pemilu,” kata Anis Matta Gelora Talk bertajuk “Gaduh Siasat Tunda Pemilu 2024. Menakar Manuver Elit Politik”,” Rabu (30/3/2022) petang.
Dalam diskusi yang digelar secara daring ini, Anis Matta mengatakan, sejak awal pandemi dua tahun lalu, ia sudah mengingatkan, bahwa setelah pandemi akan ada krisis ekonomi, kemudian berlanjut pada krisis sosial dan politik secara global.
Menurut dia, perang antara Rusia-Ukraina yang tidak diprediksi sebelumnya akan menjadi disrupsi besar dalam tatanan global dan memperdalam krisis ekonomi yang sudah ada.
“Dan saya percaya pada 2024 nanti, krisis yang jauh lebih besar akan terjadi. Justru itu menjadi sebab, kenapa kita membutuhkan pemilu tepat waktu,” ujarnya.
Anis Matta mengajak semua elit tidak memaksakan ide penundaan pemilu, karena selain ditolak rakyat, secara konstitusi juga tidak memberi ruang saat ini. Jika ide tersebut, tetap dipaksakan, maka akan ada penolakan kuat dari rakyat.
“Ini berarti ada perceraian antara elit dengan rakyat, elit sudah benar-benar bercerai dengan rakyatnya. Karena elit tidak bisa lagi memahami apa yang dirasakan kegalauan, kekhawatiran, kemarahan dan kesedihan publik ini benar-benar seperti terabaikan” ujarnya.
Jika hal ini terjadi, Anis Matta mengkhawatirkan peristiwa jatuhnya Soekarno Presiden, Soeharto dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bakal berulang terjadi lagi pada Jokowi. Jokowi bisa dijatuhkan oleh rakyat, apabila menunda Pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatanya.
“Kan dulu salah satu ide dari pembatasan masa jabatan, karena Pak Harto (Soeharto) terlalu lama. Kita harus menghindari turunnya presiden-presiden kuat dengan tragedi. Bung Karno turun dengan tragedi, Pak Harto turun dengan tragedi, dan kita lihat Gus Dur yang mengeluarkan Dekrit, juga diturunkan dengan tragedi,” ungkapnya.
Ketua Umum Partai Gelora ini mengajak para elit bangsa untuk berpikir bahwa satu warisan atau legacy itu, tidak harus diwujudkan dengan penyelesaian suatu pekerjaan dan kemudian disederhanakan melalui sebuah monumen untuk mengingat keberhasilan.
“Seorang pemimpin itu, harus percaya pada bangsanya sendiri. Yang penting pemimpin itu sudah memulai langkahnya, dan dia tidak bisa memaksakan, bahwa orang yang datang sesudahnya harus mengikutinya. Itu sama saja orang datang sesudahnya ‘tidak punya otak, ‘tidak bisa berpikir’ dan tidak dikasih hak soal itu,” tegas Anis Matta.
Dia menilai semua program infrastruktur, termasuk soal pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang dilakukan Jokowi pada dasarnya merupakan kelanjutan dari program Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) presiden sebelumnya.
“Kalaupun ada perbedaan lebih kepada skemanya saja. walaupun tidak ada kesepakatan antara Pak Jokowi dengan Pak SBY, pembangunan infrasktruktur sebelumnya tetap dilanjutkan,” jelasnya.
Artinya, kata Anis Matta, jika program Jokowi soal infrakstruktur dan IKN bagus, maka Presiden berikutnya akan melanjutkan program tersebut dengan sendirinya, tanpa perlu ada kesepakatan seperti yang terjadi antara SBY dan Jokowi.
“Jadi kalau programnya bagus akan dengan sendirinya programnya dilanjutkan. Tapi saya ingin katakan juga, bahwa semudah apapun keputusannya yang diambil, seperti Cipta Kerja dan IKN tetap tidak selesai begitu saja, masih ada masalah. Ini seperti anak yang lahir prematur, akhirnya jadi stunting,” kata dia.
Anis Matta menyadari bahwa godaan liar terhadap ide penundaan pemilu ini, sangat besar dan luar biasa dari orang yang kehidupannya dan bisnisnya terkait dengan masa jabatan presiden. Ia sudah menyerukan agar hal ini dibongkar, karena ada agenda tersembunyi.
“Dalam tradisi bangsa kita, ada istilah jangan keterlaluan kira-kira begitu. Ini perlu kita perhatikan, karena biasanya ada pembalikan yang berbahaya bagi yang punya ide terhadap dirinya sendiri,” tegasnya.
Anis Matta berharap agar Jokowi meniru langkah Angela Merkel Kanselir Jerman dengan menyiapkan Olaf Scholz sebagai penggantinya sebelum krisis global terjadi.
“Coba lihat apa yang terjadi di Jerman. Olaf Scholz Kanselir Jerman baru naik tiba-tiba ada perang. Yang beruntung Angela Merkel sudah selesai, tanggungjawabnya sudah selesai. Jadi setelah 2024 itu, bukan tanggungjawab Pak Jokowi lagi, tetapi tanggung jawab pemimpin sesudahnya,” pungkas Anis Matta.(faz)