Arsul Sani anggota Komisi III DPR RI menjelaskan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2004 tentang Kejaksaan tidak akan mengurangi, apalagi mencabut kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penuntut dalam perkara tindak pidana korupsi (tipikor). Hal tersebut, menurut Arsul, perlu ditegaskan karena ada kekhawatiran revisi UU Kejaksaan akan mencabut kewenangan KPK sebagai penuntut dalam kasus tipikor dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil tindak pidana korupsi (tipikor).
“RUU Kejaksaan ini tidak mengurangi, apalagi mencabut kewenangan KPK sebagai penuntut dalam perkara tipikor. Itu bisa dipastikan, saya sudah baca rancangannya,” kata Arsul dalam keterangannya, Kamis (18/11/2021).
Arsul menjelaskan, hal-hal yang akan diatur dalam RUU Kejaksaan adalah bentuk koordinasi antara Kejaksaan dan KPK, agar aturan dalam UU KPK lebih operasional.
“Koordinasi itu misalnya ketika KPK butuh penuntut lebih banyak, kejaksaan harus menugaskan jaksanya ke KPK. Jadi, bukan kewenangan menuntut yang dimiliki KPK ditarik, lalu dikembalikan ke kejaksaan,” paparnya.
Selain itu, Arsul mengatakan, RUU Kejaksaan untuk memberikan dasar hukum atas perkembangan tugas kejaksaan yang belum diatur dan belum tegas diatur. Dia mencontohkan, jaksa sebagai pengacara negara selama ini hanya disebut saja, atau belum dijelaskan secara perinci seperti ruang lingkup tugas.
“Ketika lihat yang namanya pengacara negara itu bukan hanya jaksa, misalnya di MA (Mahkamah Agung) yang selalu mewakili pemerintah justru bukan jaksa namun dari Kemenkumham,” kata dia.
Karena itu, menurut Arsul, dalam RUU Kejaksaan akan diselaraskan sehingga kemungkinan tidak mencabut atau menarik pekerjaan yang dijalankan Kemenkumham, namun bisa bersama-sama dan perlu ditentukan siapa penanggung jawabnya.(faz/dfn/ipg)