Yasona Hamonangan Laoly Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) mengatakan, reformasi perpajakan adalah mata rantai yang tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan yang telah dijalankan.
Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disepakati merupakan bagian penting dari reformasi tersebut.
“Pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk mempercepat proses reformasi perpajakan untuk menata ulang sistem perpajakan Indonesia agar mampu mengadopsi praktik-praktik terbaik dan mengantisipasi dinamika sosial ekonomi di masa yang akan datang.”
Tegas Yasonna saat membacakan pendapat akhir pemerintah terhadap UU HPP dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (7/10/2021).
Yasona juga mengatakan, reformasi perpajakan dilakukan baik di dalam aspek administrasi maupun aspek kebijakan.
“UU HPP yang telah disepakati merupakan bagian penting dari reformasi perpajakan untuk membangun fondasi perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel, dalam jangka menengah atau panjang, dengan beberapa tujuan,” jelasnya.
Tujuan pengesahan UU HPP, menurut Yasona, adalah untuk meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian, mengoptimalkan penerimaan negara.
Yasona juga menambahkan sebagai rencana untuk mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum, dan melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, serta perluasan basis pajak. Selain itu, UU HPP berfungsi untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
Oleh karena itu, Yasonna mengatakan pemerintah sangat menghargai dan mempertimbangkan berbagai masukan dari berbagai kalangan masyarakat, serta dapat menerima berbagai usulan DPR dalam pembahasan yang sangat konstruktif di Panja RUU HPP.
“Sehingga dapat tercapai keseimbangan antara kepentingan Pemerintah untuk melaksanakan reformasi perpajakan, dengan kepentingan untuk menjaga kondisi masyarakat dan dunia usaha, serta keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan usaha mikro, kecil, dan menengah,” ujar dia.
Pemerintah juga berharap melalui UU HPP ini, pajak benar-benar hadir untuk mendukung rakyat dan berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional serta meningkatkan keadilan di masyarakat.
Yasonna mengungkapkan bahwa penerapan tarif PPh Badan sebesar 22 persen, dan penerapan tarif PPN sebesar 11 persen pada April 2022.
Yasona berharap, pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada Semester I Tahun 2022 dapat meningkatkan kontribusi penerimaan perpajakan pada APBN pada Tahun 2022 serta mendukung penyehatan kembali APBN dengan defisit maksimal 3 persen pada tahun 2023.
“Kami meyakini dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang ini, maka kita telah bergerak maju menuntaskan salah satu agenda reformasi penting bagi kemajuan bangsa dan negara,” pungkas Yasona.(faz/tin)