Saleh Partaonan Daulay Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menilai, lomba karya tulis yang diadakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tidak produktif dan tidak kontekstual.
Kata Saleh, tidak produktif karena diyakini tidak akan mampu meningkatkan penghayatan dan pengamalan Pancasila. Juga tidak kontekstual karena temanya sangat jauh dari kondisi kekinian yang dihadapi bangsa Indonesia.
“Lomba yang bertema ‘Hormat Bendera Menurut Hukum Islam’ dan ‘Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam’ dinilai tidak perlu dan tidak urgent untuk dibahas. Sebab, sejak jaman perjuangan kemerdekaan, hormat bendera dan lagu kebangsaan tidak pernah dipersoalkan,” ujar Saleh dalam keterangannya, Sabtu (14/8/2021).
Sebelumnya, BPIP mengumumkan melalui poster lomba penulisan artikel tingkat nasional dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2021. Poster lomba yang diunggah di akun resmi Twitter @BPIPRI itu pun banjir hujatan warganet.
View this post on Instagram
Dalam poster tersebut, BPIP mensyaratkan peserta adalah masyarakat umum Warga Negara Indonesia (WNI), karyanya belum pernah dipublikasikan dan bukan menjiplak atau plagiat maupun melanggar hak cipta. Batas akhir pengumpulan artikel 5 Oktober 2021.
Menurut Saleh, para ulama dan para santri selalu menjunjung tinggi dan menghormati eksistensi bendera negara dan lagu kebangsaan.
“Secara metodologis, tidak ada rumusan masalahnya. Kalau tidak ada rumusan masalahnya, apa yang mau ditulis? Sebelum ditulis pun orang pasti akan mengetahui bahwa kesimpulannya Islam tidak mempermasalahkan hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan. Sebab, itu adalah bagian dari perwujudan cinta tanah air. Sementara, cinta tanah air adalah bagian dari iman,” kata Saleh yang juga Ketua Fraksi PAN DPR RI.
Sebagai ideologi negara, kata Saleh, ada banyak tema yang lebih tepat untuk diajukan. Bahkan, tema-temanya sangat aktual dengan kondisi kekinian. Seperti, misalnya, Bantuan sosial di era pandemi dalam perspektif Pancasila, Meneguhkan Nilai Persatuan dan Gotong Royong di Masa Pandemi, Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan Sebagai Manifestasi Keadilan Sosial, Mengungkap Nilai-nilai Spritualitas di Balik Pandemi Covid-19, dan lain-lain.
Meskipun temanya tidak spesifik menyebut kata santri, tetapi dipastikan bahwa para santri sangat menguasai tema-tema itu. Tinggal mencari referensi agar bisa diaktualisasikan sesuai dengan tema yang diminta.
“Lagian, tema-tema seperti itu juga sangat relevan dalam upaya pemaknaan dan pembumian nilai-nilai Pancasila. Kalau bikin judul dan tema, jangan terkesan dipersempit untuk menyudutkan kelompok tertentu. Bisa jadi, yang membuat tema tidak merasakan, tetapi orang lain justru sangat merasa dan tersinggung,” tegas Saleh.
Saleh melihat, BPIP sudah sering kali membuat polemik dan hiruk pikuk. Semestinya, hal-hal seperti itu dihindari. Apalagi, saat ini semua pihak sedang fokus menghadapi Covid-19 dengan berbagai varian baru yang lebih agresif.
Sudah semestinya, kata dia, berbagai program kementerian atau lembaga diarahkan pada upaya mencari solusi terhadap masalah yang sedang dihadapi seluruh bangsa Indonesia.
“Solusi itu bisa bentuknya bantuan fisik. Bisa juga bentuknya pemikiran. Kalau soal hormat bendera dan lagu kebangsaan, ya, tidak solutif. Sebab, itu tidak pernah dipersoalkan. Tidak perlu dicarikan solusi,” jelasnya.
“Kasihan juga, nih, BPIP. Banyak disorot masyarakat. Bahkan, ada yang minta dibubarkan. Akhirnya, kita sendiri malah tidak enak untuk ikut berkomentar soal eksistensi BPIP itu,” katanya.(faz/dfn/den)