Bambang Soesatyo Ketua MPR RI mendukung langkah Joko Widodo Presiden yang akan menganugerahkan Usmar Ismail sebagai Pahlawan Nasional pada saat perayaan Hari Pahlawan 10 November 2021 di Istana Bogor.
Selain dikenal sebagai Bapak Perfilman Nasional yang menghasilkan film ‘Darah dan Doa’ (The Long March of Siliwangi) pada tahun 1950 sebagai film pertama yang secara resmi diproduksi oleh Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat, Usmar Ismail juga terkenal aktif sebagai sastrawan dan wartawan. Bahkan, dia juga menjadi anggota TNI di Yogyakarta dengan pangkat Mayor.
Khusus di bidang jurnalistik, Usmar Ismail pernah menjadi pendiri dan redaktur Harian Patriot, redaktur majalah bulanan Arena, Yogyakarta (1948), dan Gelanggang, Jakarta (1966-1967). Usmar juga pernah menjadi ketua Persatuan Wartawan Indonesia (1946-1947). Bahkan saat menjadi wartawan, dia pernah dijebloskan ke penjara oleh Belanda karena dituduh terlibat subversi.
“Sejak dahulu sampai sekarang, wartawan senantiasa memegang peranan penting dalam memajukan perfilman Indonesia. Film juga terbukti berperan besar membangun karakter bangsa. Sebagaimana ditunjukan Usmar Ismail melalui berbagai karya film yang dia hasilkan. Oleh sebab itu sudah selayaknya negara memberikan penghargaan besar terhadap insan perfilman, sekaligus membantu mengembangkan industri perfilman menjadi bagian dari ketahanan nasional,” ujar Bamsoet usai menghadiri Malam Anugerah Piala Gunungan Festival Film Wartawan Indonesia (FFWI) XI, di Jakarta, Kamis malam (28/10/2021).
Hadir dalam acara tersebut, Wina Armada Sukardi Ketua Panitia FFWI XI, Shandy Gasella Ketua Dewan Juri FFWI XI, Hilmar Farid Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, dan Atal Depari Ketua Umum PWI Pusat. Hadir pula para aktor ternama seperti Slamet Rahardjo, Anwar Fuadi, dan Deddy Mizwar.
Bamsoet menjelaskan, FFWI XI melahirkan sejarah baru dalam perfilman Indonesia. Karena tidak hanya menilai karya film yang telah ditayangkan di bioskop, tetapi juga memberikan penilaian terhadap karya film yang ditayangkan di media Over The Top atau OTT, yang kini juga menjadi saluran utama bagi penonton dalam menyaksikan karya film. Bedanya dengan festival film lain, dalam FFWI XI dibuat tiga genre atau kategori penilaian. Terdiri dari genre komedi, horor dan drama.
“Dari setiap genre, ada sembilan unsur yang dinilai oleh Dewan Juri FFWI. Sehingga ada 27 piala untuk masing-masing pemenang. Ada juga 3 piala khusus yang diberikan kepada tokoh khusus. Dengan demikian FFWI menyiapkan 30 piala, terbanyak dibandingkan festival film lainnya. Dewan juri FFWI 2021 merupakan wartawan aktif dari 35 media dengan komposisi usia dan asal kota yang beragam. Ada kelompok usia muda 25-40 tahun dan usia matang 41-50 tahun. Ada yang berasal dari Jakarta, Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Solo, Medan, hingga Makassar,” jelas Bamsoet.
Ketua MPR mengatakan, tingginya minat masyarakat menonton film hasil karya anak bangsa harus diimbangi dengan semakin lahirnya berbagai film berkualitas. Jangan sampai kualitas perfilman menjadi turun lantaran tidak adanya dukungan dari pemerintah maupun stimulus dari berbagai stakeholder.
“Di tahun 2018 dan 2019, jumlah penonton film Indonesia selalu menembus diatas angka 50 juta penonton. Pertumbuhan layar bioskop juga selalu meningkat. Dari 1.600 layar pada 2017, menjadi 2.000 layar pada 2018, dan naik sedikit menjadi 2.060 hingga triwulan 2020. Karena pandemi Covid-19 melanda mulai Maret 2020 hingga kini, menjadikan jumlah penonton dan layar bioskop stagnan. Namun kini seiring mulai terkendalinya pandemi Covid-19, bioskop juga sudah mulai bisa didatangi penonton,” pungkas Bamsoet. (faz/tin/ipg)