Jumat, 22 November 2024

Fraksi Golkar Minta Pemerintah Jelaskan Lebih Rinci Pengelolaan Risiko Pembiayaan Utang

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Dokumen foto Bobby Adhityo Rizaldi Juru Bicara Fraksi Partai Golkar DPR RI sebelum pandemi. Foto: Golkarpedia

Fraksi Partai Golkar DPR RI meminta pemerintah menjelaskan lebih rinci terkait pengelolaan risiko pembiayaan utang dalam Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (P2 APBN) 2020.

Bobby Adhityo Rizaldi Juru Bicara F-PG DPR RI mengatakan, realisasi penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat tahun 2020 tercatat sebesar Rp1.832,9 triliun, meningkat Rp336,6 triliun dari target 2019.

Adapun realisasi pendapatan negara tahun 2020 sebesar Rp1.647,7 triliun menurun dari realisasi 2019 sebesar Rp312,8 triliun.

“Tingginya realisasi mengakibatkan defisit anggaran dari Rp1.039,2 triliun menjadi Rp947,7 triliun dari target. Pembiayaan neto juga meningkat menjadi Rp1.193,3 triliun atau 114,8 persen dari target. Data ini menunjukkan kebijakan APBN 2020 bersifat ekspansif dan counter-cyclical meski penyerapan anggaran di bawah target. Karena itu, Fraksi Partai Golkar meminta pemerintah menjelaskan dengan lebih rinci terkait pengelolaan risiko pembiayaan dari utang,” kata Bobby dalam Rapat Paripurna tentang penyampaian Pandangan atas RUU P2 APBN Tahun Anggaran 2020 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (19/8/2021).

Meningkatnya pembiayaan Neto, lanjut Bobby, menghasilkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) 2020 yang cukup besar senilai Rp245,6 triliun. Besaran SiLPA ini lebih tinggi dibanding pagu pembiayaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) 2020 senilai Rp70,64 triliun.

Jika ditilik enam tahun ke belakang, terjadi tren peningkatan SAL yang cukup signifikan baik secara nominal maupun persentasenya terhadap postur APBN. Pada 2014, kata Bobby, secara nominal SAL awal tercatat Rp66,6 triliun.

“Dalam hal ini, Fraksi Partai Golkar berharap mendapat penjelasan lebih rinci terkait pengelolaan SAL dalam fungsinya sebagai bantalan fiskal dan alternatif sumber pembiayaan nonutang,” ungkap Anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Di sisi lain, Bobby mengapresiasi peningkatan aset pemerintah pusat dari Rp10.467,5 triliun per 31 Desember 2019 menjadi Rp11.098,6 triliun per 31 Desember 2020. Dengan total kewajiban sebesar Rp6.625,4 triliun, maka ekuitas pemerintah pusat per 31 Desember 2020 sebesar Rp4.473,2 triliun, menurun dari Rp5.127,3 triliun per 31 Desember 2019.

Peningkatan aset sebesar Rp631,1 triliun tersebut merupakan hasil dari implementasi kebijakan penempatan uang negara pada bank umum mitra sebagai bantuan likuiditas perbankan.

“Fraksi Partai Golkar berpandangan, kebijakan bantuan likuiditas perbankan agar dilanjutkan namun disertai dengan kebijakan kemudahan penyaluran kredit dalam rangka mengakselerasi pemulihan ekonomi,” kata dia.

Sementara, dalam catatan atas Laporan Keuangan LKPP 2020, dari sisi realisasi indikator ekonomi makro terdapat sejumlah capaian di atas maupun dibawah target. Capaian positif yang melampaui target antara lain tingkat inflasi 1,68 persen di bawah asumsi 3,1 persen.

Sedangkan catatan realisasi di bawah target antara lain pertumbuhan ekonomi minus 2,07 persen, rerata nilai tukar Rp14.577 per dolar AS sedikit melemah dari asumsi Rp14.400 per dolar AS, serta lifting minyak 707 ribu barel per hari di bawah asumsi 755 ribu barel per hari.

“Fraksi Partai Golkar berharap mendapat penjelasan yang lebih komprehensif dari Pemerintah terkait capaian tersebut,” jelas Bobby, seraya mengungkapkan Fraksi Partai Golkar menyetujui RUU tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020 untuk disahkan menjadi UU.(faz/tin/den)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs