DPR RI menerima surat dari Joko Widodo Presiden (Surpres) terkait dengan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara.
Surat tersebut disampaikan Pratikno Menteri Sekretaris Negara dan Suharso Monoarfa Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas kepada Puan Maharani Ketua DPR RI di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/9/2021).
“Kami Pimpinan DPR hari ini menerima Mensesneg dan Kepala Bappenas yang membawa Surpres terkait dengan RUU Ibu Kota Negara,” ujar Puan.
Kata Puan, DPR sejalan dengan Pemerintah mengenai perlunya pemindahan ibu kota negara. Pemikiran tentang pemindahan ibu kota negara ini sendiri sebelumnya pernah tercetus oleh Soekarno Presiden yang ingin memindahkan ibu kota negara ketempat yang lebih baik, yang bermanfaat dan dapat mensejahterakan rakyat Indonesia.
Puan mengharapkan Pemerintah harus bisa mensosialisasikan perihal ibu kota negara ini ke publik dari sisi ekonomi, sosial, efektifitas pemerintahannya termasuk proses langkah-langkahnya dan juga pembiayaannya.
“DPR akan mempertimbangkan setiap aspirasi masyarakat terkait dengan rencana pemindahan ibu kota negara ini sehingga diharapkan pemindahan ibu kota negara ini dapat memenuhi kebutuhan sebuah ibu kota negara yang ideal dari semua sisi,” tegasnya.
Diharapkan, kata dia, RUU Ibu Kota Negara ini nantinya harus bisa dilengkapi dengan peraturan turunannya secara komprehensif.
“Kemudian juga terkait siapa yang mengelola dan memimpin ibu kota negara tersebut, nanti akan dibahas termasuk juga struktur organisasinya seperti apa, nantinya akan dijelaskan kepada publik,” ungkapnya.
Sementara, Suharso Monoarfa Kepala Bappenas menjelaskan, Surpres RUU Ibu Kota Negara’ terdiri dari 34 Pasal dan 9 Bab.
“Hari ini pemerintah telah menyampaikan Surpres RUU Ibu Kota Negara yang terdiri dari 34 pasal dan 9 bab. RUU ini sudah disusun sedemikian rupa mengikuti kaidah penyusunan sebuah RUU sebagaimana dituangkan dalam naskah akademik,” jelas Suharso.
Kata Suharso, RUU ini antara lain menyangkut visi dari Ibu Kota Negara, kemudian bentuk pengorganisasian, pengelolaan, sampai tahap pembiayaan.
“Kalau nanti berhasil diundangkan oleh DPR, maka langkah pertama adalah menyusun dan memastikan detil masterplan yang sudah tersedia,” pungkas Suharso.(faz/iss/ipg)