Bambang Soesatyo Ketua MPR RI menegaskan seiring proses pematangan kehidupan demokrasi, penegakan hukum yang berkeadilan tidak hanya diperlakukan sebagai sebuah prosedur yang harus ditaati. Melainkan juga harus memenuhi tujuan hukum itu sendiri, yaitu memberikan rasa keadilan, nilai kemanfaatan, dan kepastian hukum. Sehingga hukum yang seharusnya mengayomi dan memberikan rasa aman, tidak justru berpotensi melukai rasa keadilan masyarakat.
“Secara filosofis, penegakan hukum yang berkeadilan juga harus merujuk pada konsep keadilan sebagaimana diamanatkan sila kedua Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, dimana menempatkan keadilan sebagai bagian dari martabat kemanusiaan. Selain, sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang menempatkan keadilan sebagai hak yang dapat diakses oleh seluruh anak bangsa tanpa diskriminasi,” ujar Bamsoet dalam Pelantikan sekaligus Seminar Nasional Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPN PERMAHI), di Jakarta, Senin (15/11/2021).
Turut hadir antara lain Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej Wakil Menteri Hukum dan HAM (virtual), Brigjen Pol Asep Edi Suheri Direktur Tindak Pidana Siber Bareksrim Polri, Dr. Fachri BachmidDosen Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia, Dr. Muhammad Reza Syariffudin Zaki Dosen Business Law Universitas Bina Nusantara (BINUS), Dr. Marjan Mihardja Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum, Institute of Business Law and Management (IBLAM), Ditho Sitompoel Direktur Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron Jakarta, serta Fahmi Nakamule Ketua Umum PERMAHI 2021-2023 beserta segenap jajaran Pengurus DPN PERMAHI.
Ketua DPR RI ke-20 ini memaparkan hasil survei indeks supremasi hukum (rule of law index) yang dirilis World Justice Project pada Oktober 2021, menempatkan Indonesia pada peringkat 68 dari 139 negara yang disurvey. Sebelumnya pada tahun 2020, Indonesia berada pada peringkat 59 dari 128 negara. Sementara Lembaga survey Poltracking Indonesia dalam rilis pada Oktober 2021 mencatat angka kepuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia sebesar 52,8 persen. Sangat rendah jika dibandingkan capaian pada sektor lainnya, dan juga lebih rendah dari rata-rata angka kepuasan terhadap kinerja pemerintahan sebesar 67,4 persen.
“Sedangkan hasil survey Charta Politika yang dirilis pada Agustus 2021 mencatat angka kepuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia hanya mencapai 49,5 persen, lebih rendah dari angka kepuasan terhadap kinerja pemerintahan sebesar 62,4 persen. Berbagai hasil survei tersebut mengisyaratkan pesan penting bahwa masih ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam pembangunan hukum di Indonesia,” papar Bamsoet melalui keterangan tertulis.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menekankan, penguatan sistem hukum nasional harus menjadi pilar pembangunan, sebagaimana diamanatkan dalam visi Indonesia 2045 menuju Indonesia yang berdaulat, maju, adil dan makmur. Mimpi yang ingin diwujudkan adalah terwujudnya aparat penegak hukum yang berintegritas, serta penyelenggara negara dan warga negara yang taat hukum.
“Penegakan hukum harus semakin berkualitas yang dilandasi dengan penghormatan terhadap HAM, literasi dan kesadaran hukum masyarakat semakin meningkat, serta menguatnya sistem hukum nasional melalui penataan regulasi. Karenanya, sebelum tahun 2045, seluruh hukum warisan kolonial harus sudah digantikan oleh hukum nasional. Revisi UU KUHP yang sedang dilakukan oleh DPR RI harus didukung, sehingga bisa selesai sebelum berakhirnya masa tugas DPR RI periode 2019-2024,” tegas Bamsoet.
Kepala Badan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan Kadin ini menerangkan, perwujudan cita hukum nasional harus bermuara pada kesejahteraan rakyat, yang dapat dicapai melalui tahapan pembangunan nasional yang berkesinambungan. Pembangunan harus menjadi rangkaian langkah dan kebijakan yang terarah, terencana, dan dilindungi oleh payung hukum, untuk memenuhi aspek legalitas, serta landasan gerak dan operasional.
“Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Pasal ini mengamanatkan segala tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan segala aspek penyelenggaraan negara, termasuk di dalamnya penyelenggaraan pembangunan berkelanjutan, harus dilaksanakan dengan tidak mengesampingkan aspek hukum,” pungkas Bamsoet.(iss/ipg)