Willy Aditya Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Baleg DPR RI mengatakan Panja hanya memasukkan lima jenis kekerasan seksual dalam RUU tersebut.
“Pekan depan atau tanggal 25 November 2021 langsung pengambilan keputusan RUU TPKS menjadi usul inisiatif DPR. Kami hanya memasukkan lima jenis kekerasan seksual,” kata Willy di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/11/2021), seperti dilaporkan Antara.
Dia menjelaskan kelima jenis kekerasan seksual tersebut adalah pelecehan seksual, pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, dan eksploitasi seksual.
Menurut dia, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kekerasan seksual belum optimal dalam memberikan pencegahan dan pelindungan serta memenuhi kebutuhan korban kekerasan seksual sehingga dibutuhkan RUU TPKS.
“Namun masalah satu materi muatan yang perlu didalami dalam RUU ini yaitu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Kami hanya melakukan harmonisasi dan sinkronisasi terhadap dua UU yaitu UU ITE dan UU Pornografi, namun sebenarnya yang sangat relevan adalah terkait Perlindungan Data Pribadi namun belum jadi,” ujarnya.
Willy menjelaskan RUU TPKS memiliki dua perspektif yaitu korban dan penegak hukum yang diatur lebih rinci. Dia mengatakan, terkait perspektif korban, perlindungan terhadap korban menjadi titik tekan karena seberat apapun pelaku dihukum, tidak akan berdampak apa pun terhadap korban.
“Fokusnya pada perlindungan korban karena itu ada bab khusus tentang korban, keluarga korban, dan saksi, serta fokus kepada perempuan, anak, dan kaum disabilitas. Selama ini hal tersebut merupakan ruang kosong yang perlu diisi dalam RUU TPKS, karena bagaimana memuliakan perempuan dan melindungi anak serta kaum disabilitas,” katanya.
Dia mengatakan terkait perspektif aparat penegak hukum, dalam kasus kekerasan seksual pasti terjadi relasi kuasa sehingga korban merasa enggan untuk melaporkan kasusnya kepada penegak hukum.
Karena itu menurut dia, sejak awal Panja RUU TPKS sudah melibatkan Polisi dan Kejaksaan dan beberapa lembaga terkait seperti Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas HAM, Komnas Perempuan dilibatkan agar ada pembagian kewenangan serta partisipasi publik.(ant/iss/ipg)