Mukhamad Misbakhun, anggota Komisi XI DPR mengaku optimistis bahwa arahan Joko Widodo (Jokowi) Presiden tentang berbagi beban dalam menghadapi masalah ekonomi akibat pandemi Covid-19 akan terealisasi. Legislator Golkar itu meyakini Bank Indonesia (BI) akan memainkan signifikan dalam konsep berbagi beban itu.
Menurut Misbakhun, permasalahan pandemi Covid-19 telah memberikan dampak berat pada perekonomian nasional dan membuat pemerintah menghadapi kontraksi pertumbuhan ekonomi negatif pada kuartal II/2020. Kondisi tersebut menyebabkan angka defisit APBN 2020 mengalami pelebaran sangat signifikan.
Di sisi lain, tax ratio mengalami pemburukan. Akibatnya pelebaran defisit harus ditutup dengan utang baru dalam jumlah besar.
“Untuk itu, utang tersebut harus ditekan dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah. Guna menghadapi situasi seperti itu, maka Jokowi Presiden ingin semua pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan ekonomi nasional saling berbagi beban,” ujar Misbakhun di Jakarta, Selasa (23/6/2020)
Menurut Misbakhun, mewujudkan konsep berbagi beban antara pemerintah, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan pelaku usaha berarti mempraktikkan semangat kegotongroyongan yang telah mengakar untuk menghadapi situasi ekonomi yang sulit. Dengan demikian, tanggung jawab terhadap beban soal permasalahan biaya bunga utang tidak hanya di pundak pemerintah.
Namun, seiring dengan makin sulit pasokan likuiditas di pasar, bunga Surat Berharga Negara (SBN) cenderung meningkat dan terus naik. Akibatnya beban biaya bunga di APBN membengkak, sementara kebutuhan anggaran kesehatan untuk penanganan Covid-19 membengkak.
“Anggaran jaring pengaman sosial juga naik tajam. Belum lagi anggaran operasional kementerian dan lembaga serta dana transfer ke daerah harus tetap dijalankan,” kata dia.
Misbakhun menjelaskan, Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 telah memberikan kewenangan baru kepada BI, OJK dan LPS. Menurutnya, sesuai UU itu maka BI bisa membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah di pasar perdana.
“Sampai saat ini bunga SBN yang diterbitkan oleh pemerintah diserap pasar maupun oleh BI pada kisaran tujuh sampai delapan persen dan punya kecenderungan meningkat. Untuk itu seharusnya dalam rangka pemenuhan anggaran terkait penanganan kesehatan, bantuan sosial dan pelayanan umum baik di pusat maupun yang ditransfer ke pemerintah daerah harus bisa diterapkan surat utang negara dengan bunga nol persen atau biasa dikenal dengan zero coupon bond dan bisa dibeli oleh Bank Indonesia secara khusus,” kata Misbakhun.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu pun meyakini BI pasti bersedia mengambil peran untuk berbagi beban dengan pemerintah tersebut. Keyakinan Misbakhun itu didasari keinginan BI menjadi bagian dari gotong royong menyelesaikan persoalan pembiayaan APBN yang difokuskan pada kesehatan, bantuan sosial dan pelayanan umum.
“Saya punya keyakinan BI pasti bersedia mengambil peran itu,” jelasnya.
Namun, Misbakhun menduga BI butuh waktu untuk mewujudkannya. Sebab, BI dikenal sebagai lembaga yang menerapkan tata kelola secara ketat dan teguh memegang prinsip independensi bank sentral.
“Saya yakin ini hanya soal waktu. Itu pun tidak akan lama lagi untuk segera terwujud sehingga kebutuhan pembiayaan defisit APBN lewat penerbitan surat utang yang di antaranya berbunga nol persen akan diserap oleh Bank Indonesia,” pungkas dia.(faz/iss)