Otto Yudianto pemerhati dan pakar hukum, sekaligus dosen Universitas 17 Agustus 17 Agustus 1945 Surabaya menilai, KPU Surabaya sudah sepatutnya membuka identitas bakal calon wali kota Surabaya yang terkonfirmasi Covid-19, karena hal tersebut berkaitan dengan keselamatan masyarakat luas.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya pada Rabu (9/9/2020) kemarin mengumumkan bahwa ada bakal calon wali kota Surabaya yang terkonfirmasi positif Covid-19. Sayangnya, KPU tidak mengungkapkan siapa bakal calon kepala daerah tersebut.
Otto mengatakan, menurut aturan hukum yang berlaku, kerahasiaan kondisi kesehatan merupakan hak setiap orang. Namun unsur kerahasiaan itu gugur jika menyangkut kepentingan banyak orang.
Berdasarkan Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, dalam pasal 57 ayat 1 tertulis, setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.
Namun di Pasal 57 ayat 2 juga menyebutkan, ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:a. perintah undang-undang; b. perintah pengadilan; c. izin yang bersangkutan; d. kepentingan masyarakat; atau e. kepentingan orang tersebut.
Menurut Otto, ayat 2 pada pasal tersebut cukup menjadi landasan KPU untuk membuka identitas bapaslon yang positif Covid-19 ke publik, mengingat sebelumnya mereka melakukan interaksi secara intens dengan masyarakat menjelang pendaftaran Cawali Surabaya ke Kantor KPU.
“Kita harus melihat, pandemi corona kan tentang kepentingan masyarakat. Jadi pasal 57 ayat 2 membuka peluang bukan sekedar dalil rahasia. Kerahasiaan tidak berlaku jika menyangkut kepentingan masyarakat,” kata Otto kepada Radio Suara Surabaya, Kamis (10/9/2020).
Ia juga menegaskan, bahwa bapaslon yang bersangkutan tidak perlu malu untuk mengakui bahwa dirinya terjangkit virus Covid-19 karena Covid-19 bukanlah unsur kejahatan.
“Calon itu tak perlu malu, harus jujur, dari situ lah harus ada kejujuran dan keterbukaan. ‘Saya positif Covid, saya sedang dalam penyembuhan’, jadi harus terbuka. Itu kan bukan dalam konteks negatif, bukan kejahatan,” lanjutnya.
Sebelumnya, hal senada juga juga disampaikan oleh Arif An Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Surabaya. Menurutnya, jika Bapaslon terbuka kepada publik, maka hal itu malah bisa menarik simpati masyarakat. Karena masyarakat akan lebih menghargai keterbukaan dan kejujuran dari bapaslon yang bersangkutan.
“Kalau dia terbuka, maka akan mendapat simpati warga kota. Waktu kampanye semangatnya luar biasa, pas kena positif Covid, harusnya disampaikan secara terbuka, secara jantan,” ujarnya.
Ia juga tidak setuju jika tim pemenangan menutupi hal ini dengan melakukan tracing secara internal. Menurutnya, tracing internal tidak akan maksimal mengingat bapaslon berinteraksi dengan masyarakat banyak, tidak hanya dengan anggota tim mereka.
“Kalau tracing internal, kan kami tidak paham karena orangnya bergerak. Kalau tracing dari Dinas Kesehatan lebih bagus. Dua bapaslon ini kan interaksi dengan masyarakat itu luar biasa,” tambah Arif An.
Kata Arif An, MCCC Surabaya sangat menyayangkan dalam proses pendaftaran di KPU kedua Bakal Pasangan Calon tidak menerapkan protokol kesehatan dengan baik, sehingga kerumunan massa tidak terhindarkan.
Dorongan juga disampaikan oleh beberapa pendengar Radio Suara Surabaya dalam program Wawasan, Kamis pagi.
“Calon yang kena Covid-19 sebaiknya jujur, karena di masyarakat kita ini, ada pemimpin yang mengurus diri sendiri saja tidak bisa, kok malah mengurungi orang Surabaya? Pengabdian juga harus dilakukan dan legowo saja,” kata Andi Sutanto pendengar.
“Sebaiknya langsung diumumkan ke masyarakat Surabaya. Itu yang seharusnya jadi calon pemimpin harus menjadi contoh masyarakat. Nggak perlu takut kehilangan suara. Dengan seperti itu masyarakat akan lebih berempati dan yakin untuk memilihnya,” kata Ari Bowo pendengar.
“Kalau memang ada yang positif, ya jujur saja, ditunda aja dulu, cari cara yang lain,” kata Joni Susanto pendengar.(tin)