Machfud Arifin Calon Wali Kota nomor urut 2 mengapresiasi penutupan lokalisasi di Surabaya. Pemerintah Kota Surabaya dia anggap berhasil menutup lokalisasi. Hanya saja, menurutnya, prostitusi di Surabaya belum 100 persen hilang dan perlu dapat perhatian.
“Prinsipnya saya apresiasi kepada pendahulu Surabaya. Cuma siapa yang bisa menjamin prostitusi sudah benar-benar enggak ada? Lokalisasi memang sudah tutup, tapi prostitusi terselubung masih ada. Banyak yang pakai online,” katanya dalam webinar yang digelar MUI Jatim bertajuk “Nasib Eks Lokalisasi Pasca Kepemimpinan Bu Risma”, Rabu (7/10/2020).
Machfud bilang, penutupan lokalisasi itu berdampak secara sosial dan ekonomi yang sampai sekarang belum diatasi dengan baik oleh Pemkot, terutama dampak ekonomi. Banyak warga yang meraup ekonomi dari geliat lokalisasi, sejak ditutup, kehilangan pendapatan.
“Itulah yang harus dicarikan jalan keluar oleh Pemkot. Mereka yang ber-KTP Surabaya dan orang luar daerah yang tinggal di situ perlu kita latih,” katanya.
Mantan Kapolda Jawa Timur itu bilang, pemberdayaan ekonomi terdampak harus berkelanjutan. Tidak hanya diberi pelatihan, tetapi juga diberi akses permodalan dan pemasaran. Dengan program ini, maka pembinaan warga terdampak bisa tuntas.
“Habis pelatihan, kalau mau kerja apa ditunggu laporannya ke saya mau kerja apa, jadi tidak hanya konsep, tapi juga eksekusi,” katanya.
Para pemuda di eks lokalisasi, kata Machfud, juga perlu diberi aktifitas produktif untuk dirinya dan keluarganya. Itu menurutnya penting agar semua masalah-masalah pasca penutupan bisa terselesaikan dengan baik. Termasuk jika masih ada aktifitas remang-remang di eks lokalisasi maka perlu ada penindakan tegas.
“Satpol PP nanti itu bukan hanya yang pakai seragam, mereka bisa enggak pakai seragam untuk melakukan pengintaian dan penyelidikan, baru ditertibkan, agar tidak salah sasaran. Pokoknya kalau masih ada yang buka kita segel, itu intinya,” jelasnya.
Menurut Machfud, di kawasan eks lokalisasi itu ada 14 aset Pemkot Surabaya yang bisa dimanfaatkan dengan baik untuk pembinaan warga terdampak. Jika perhatian Pemkot Surabaya tidak berkelanjutan, bisa jadi muncul lagi aktifitas prostitusi di eks lokalisasi.
“Dan juga perlu ada regulasi Perda hiburan malam, tidak boleh ada lokalisasi dekat perkampungan,” tandasnya.
Sementara itu, mewakili Eri Cahyadi dari calon nomor urut 1, Armuji mengakui ada dampak terhadap warga atas penutupan lokalisasi oleh Pemerintah Kota Surabaya. Bahkan, sejumlah warga masih mengaku tidak puas dengan penutupan.
“Ada warga yang memang tidak puas dengan penutupan,” ujarnya singkat.
Sementara itu, Nirwono Supriadi Ketua RT 5 RW 3 Putat Jaya yang jadi peserta webinar itu bilang, masih banyak PR yang belum selesai pasca penutupan lokalisasi Dolly. Terutama warga Putat Jaya yang notabene warga asli yang banyak menggantungkan hidup dari keberadaan lokalisasi.
“Terutama Putat Jaya, ketimbang Dolly yang hanya satu gang dan pengelolaannya rata-rata bukan warga sana, jadi yang terdampak betul Putat Jaya,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, pasca penutupan Dolly, Putat Jaya seperti kampung mati. Ekonomi warga hancur dan banyak yang menjadi pengangguran. Memang Pemkot hadir dengan berbagai programnya. Sayangnya, program itu hanya sebatas pembinaan dan tidak berkelanjutan.
“Asal saja, enggak ada kelanjutannya, kayak Asal Ibu Senang saja. Contoh warga dikasih pelatihan menjahit, tapi dilakukan beberapa kali saja, setelah itu enggak ada,” terangnya.
Karena kecewa dengan Pemkot, Nirwono Supriadi akhirnya membentuk UMKM bersama warga atas inisiatif sendiri. Harapannya, perhatian pemkot ada dan mensupport mereka. Sayangnya, pemkot sama sekali tidak hadir.
“Saya suka blusukan, banyak pelaku UMKM mengeluh ke saya, tidak pernah dimodali oleh Pemkot. Yang disupport pemkot UMKM itu-itu saja,” akunya. (bid/den)