Hillary Brigitta Lasut anggota DPR-RI Fraksi NasDem mengatakan, kartu prakerja secara nyata dilihat tidak tepat sasaran. Program yang seakan ditumpangi kepentingan ditengah wabah Covid-19 ini malah merusak citra presiden dan menimbulkan luka di hati rakyat.
Belum lagi berbagai isu yang timbul dibelakangnya, mulai dari konflik kepentingan dengan mitra yang ditunjuk, program bantuan malah masuk ke mitra dan bukan ke rakyat, sampai dengan isu mitra tersebut adalah aset milik asing.
“Saya mengerti bahwa ini adalah program yang merupakan janji politik Jokowi Presiden di masa kampanye, tetapi dalam keadaan Indonesia sedang terpuruk karena wabah covid-19, hal ini sangat melukai hati masyarakat ketika saldo kartu pra kerja malah terkuras untuk hal yang bisa kita dapat secara gratis di internet ataupun hanya berbentuk sertifikat,” ujar Hillary dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (2/5/2020).
Kata Hillary, masyarakat dapat mendapatkan ilmu yang serupa dengan melihat tutorial di YouTube secara gratis atau pun membaca artikel dan buku secara online.
“Saya memahami ini karena saya sudah mendirikan HBL institute, sebuah Lembaga Pendidikan Bahasa Inggris bagi masyarakat di sekitar kampung halaman saya supaya mereka bisa bersaing di dunia global dan itu saya berikan gratis,” jelasnya.
Menurut dia, pelatihan dan pengembangan itu baik, tapi mungkin saatnya tidak tepat.
“Bayangkan kalau anggaran Rp5 trilliunan tersebut diberikan sebagai bantuan langsung tunai, selain menolong dan dapat menyentuh langsung sampai 8 jutaan orang, itu juga dapat sekaligus menjadi stimulus ekonomi negara,” tegasnya.
“Menurut saya jangan malah membuat masyarakat gregetan dengan memutar video sampai habis, mengeluarkan saldo, uang negara keluar, tapi ilmunya tidak maksimal didapatkan karena masyarakat tidak fokus pada ilmunya tapi hanya mengharapkan sisa saldo Rp600.000 nya. Dan juga kartu pra-kerja ini malah membuat Jokowi diserang karena polemik yang ditimbulkan,” imbuhnya.
Dia mendukung, pelatihan dan tutorial online karena dirinya juga salah satu peminatnya. Tapi, Hillary tidak menyetujui kalau itu dijadikan program yang menyerap uang rakyat sedemikian rupa, karena informasi dan tutorial serupa yang tidak kalah kualitasnya saat ini yang bisa didapat secara gratis di internet.
Maka, kata Hillary, sebaiknya semua bersama-sama membuka suara untuk mendesak pemerintah meninjau kembali program ini dan merubah peruntukan anggarannya untuk hal lain yang lebih mendesak dan menyentuh langsung ke masyarakat.
Kata Hillary, Jokowi Presiden tidak boleh menjadi korban atas program dan niat baiknya sendiri.
“Segera cabut program tersebut, karena program tersebut bisa diaplikasikan di kemudian hari pada saat situasi negara dalam kondisi lebih baik dan dengan metode yang jauh lebih efektif dan efisien serta melibatkan asesment dari Kementrian terkait seperti Kementrian Komunikasi & Informatika (Kominfo) dan Kementrian Tenaga Kerja,” pungkas Hillary. (faz/ang/iss)