Dedi Mulyadi Wakil Ketua Komisi IV DPR RI minta pemerintah membuat kebijakan impor dengan sistem tender, bukan kuota. Sebab, kalau kuota, hasil impor tidak sesuai kebutuhan, bahkan lebih, dan lebihnya disimpan di gudang, harganya pun akan terus dinaikkan.
“Impor barang termasuk bawang putih itu jangan beripikir proyek. Kalau berpikir proyek, maka rakyat akan selalu menjadi korban naiknya harga-harga. Tapi, berpikir penyerapan anggaran, membantu kebutuhan rakyat. Kan sederhana,” ujar Dedi dalam diskusi “Harga Bawang Putih Meroket, Rakyat Menjerit! Siapa Yang Bertanggungjawab?” di Media Centre gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/2/2020).
Sekarang ini, kata Dedi, eranya transparansi. Di mana semua lembaga dan intitusi negara dari pusat hingga daerah bisa saling mengontrol terhadap berbagai kebutuhan, kebijakan, dan persoalan kebutuhan pokok yang dihadapi rakyat. Seperti bawang putih ini. Untuk beras memang tidak perlu impor, karena stoknya sudah cukup.
Dengan sistem online tersebut, baik harga, pengusaha (pengimpor), stok barang, dan rakyat di mana saja yang harus disubsidi semua bisa diketahui. Mestinya harga-harga itu juga terintegrasi, agar pedagang dan masyarakat sama-sama mengetahui dan tidak sembarangan menaikkan harga.
Dia menjelaskan, subsidi yang terbesar pasti di Jawa, dan kecil di luar Jawa karena penduduknya kecil.
Sukarman Direktur Perbenihan Hortikultura dan Plt Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura, mengatakan untuk bawang putih pada 2019 ini Kementan RI sudah menanam di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah, mencapai 3.044 ha, kemudian di Lombok Timur, Bima dan Magelang.
Sementara Sudaryatmo pengurus harian YLKI menegaskan, yang terpenting kalau soal komoditas itu pemerintah harus memiliki klasifikasi produk-produk esensial khususnya kebutuhan rakyat miskin.
“Kalau produk itu masuk esensial, maka pemerintah harus bertanggung jawab terhadap produksi, distribusi, dan harga. Seperti dilakukan Australia, India, Malaysia dan negara lain,” jelasnya.
Namun, kalau tetap mengalami kenaikan di tingkat pasar, pedagang atau pengusaha harus bisa mempertanggungjawabkan apa alasannya.
“Kalau tak bisa menjelaskan, maka pedagang itu bisa dipidana. Sehingga akan berpikir dua kali untuk menaikkan barang pokok rakyat itu,” tegasnya.(faz/ang/rst)