Jumat, 22 November 2024

DPR Masih Tunggu Surat Presiden Soal RUU HIP

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
forum legislasi "Revisi Prolegnas 2020, Berdampak Tingkatkan Kinerja Legislasi DPR?" di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (14/7/2020). Foto: Istimewa

Achmad Baidowi (Awiek) Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengatakan, apapun yang terjadi Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) sudah menjadi keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Ia menegaskan tidak ada satupun fraksi yang menolak, meski dengan catatan. Hanya satu fraksi yang tidak hadir karena pandemi Covid-19.

“Bahwa RUU HIP itu dengan satu niat, yaitu agar penanaman nilai-nilai Pancasila itu lebih baik dan benar, sehingga siapapun yang berkuasa, penanaman nilai-nilai Pancasila itu akan terus berjalan, makanya perlu diatur melalui UU. Tapi, kalau ada usulan judul dan isinya diganti, berarti harus mengajukan RUU yang baru,” ujar Awiek.

Hal itu disampaikan Awiek dalam forum legislasi “Revisi Prolegnas 2020, Berdampak Tingkatkan Kinerja Legislasi DPR?” bersama Sodik Mudjahid anggota Baleg DPR RI (Gerindra) dan Ujang Komarudin pengamat politik di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (14/7/2020).

Lebih lanjut kata Awiek, aturan untuk memperkuat sosialiasi Pancasila itu sangat penting. Karena itu, dia minta dalam merespon RUU HIP itu tidak menyimpang dari niat tersebut.

“Tapi, yang berkembang di masyarakat itu kemana-mana. Bahkan disebut komunis dan nada provokatif lainnya. Namun DPR tetap berhati-hati, dan kini tunggu surat presiden (Surpres) saja,” kata Awiek.

Yang pasti, kata Awiek, Baleg ke depan akan membahas 36 RUU dari 50 RUU yang masuk Prolegnas, karena yang 16 RUU sudah didrop dan bertambah 2 RUU. Lalu, apakah semua akan menjadi UU, tentu kata Awiek, semuanya kembali ke fraksi-fraksi DPR.

“RUU yang didrop tersebut diharapkan agar Baleg fokus pada RUU yang sudah dibahas. Sedangkan yang didrop karena memang belum dibahas sama sekali,” jelasnya.

Sodik Mujahid mengakui kalau DPR itu bukan industri, sehingga kinerjanya tak bisa diuukur dengan jumlah UU yang dihasilkan. Karena itu, kalau RUU mendapat pro dan kontra yang sama kuat, maka yang terbaik ditunda.

“Sebuah RUU itu harus mengakomodir semua arpirasi masyarakat, kualitatifnya kembali pada good governance, urgensinya untuk kepentingan semua dan akuntabel. Tak usah berbangga dengan banyaknya jumlah RUU dan semua harus dewasa dalam berdemokrasi,” jelasnya.

Sementara itu Ujang Komarudin meminta DPR itu mesti memosisikan dirinya sebagai negarawan. Sehingga dalam membahas RUU bukan atas kepentingan jangka pendek, tapi jangka panjang dan untuk seluruh rakyat Indonesia.

“Faktanya, banyak RUU yang tidak seksi malah diabaikan,” jelas dia.(faz/bas/ipg by)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs