Subairi Komisioner KPU Kota Surabaya Bidang Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan SDM mengatakan, Alat Peraga Kampanye yang difasilitasi oleh KPU atau APK Fasilitasi menunggu revisi desain dari Paslon.
“Desain memang sudah diserahkan lima hari setelah pengundian nomor urut, tanggal 29 kemarin diserahkan. Tapi desain itu belum sesuai dengan ketentuan Peraturan KPU,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Selasa (6/10/2020).
Sampai sekarang, kata Subairi, KPU masih menunggu revisi desain dari masing-masing Paslon, baik Eri Cahyadi-Armudji Paslon Nomor Urut 1 maupun Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno Paslon Nomor Urut 2 di Pilwali Surabaya 2020.
Sejumlah hal yang belum sesuai dengan ketentuan, kata Subairi, masih ada desain salah satu pasangan calon yang mencantumkan tokoh lain di luar Partai Politik pengusung. Hal ini tidak sesuai ketentuan PKPU 11/2020.
“Ada yang memasukkan ungkapan ‘Biyen Risma Saiki MA.’ Kan itu bukan tokoh dari parpol pengusung. Kalau memuat wajah Bu Risma asalkan diberi keterangan sebagai pengurus parpol pengusung, tidak masalah,” ujarnya.
Mencantumkan foto atau nama tokoh lain yang tidak menjadi pengurus partai politik pengusung, kata Subairi, tidak sesuai dengan ketentuan yang sudah dijelaskan di pasal 29 ayat (3) Peraturan KPU 11/2020 yang berbunyi:
“Desain dan materi APK yang difasilitasi KPU maupun yang dicetak dan dipasang Paslon dilarang mencantumkan foto atau nama Presiden dan Wakil Presiden dan/atau pihak lain yang tidak menjadi pengurus partai politik.”
Begitu KPU menerima revisi desain dan dianggap sudah sesuai, baru setelahnya digelar proses approval atau persetujuan desain oleh semua pihak, baik penyelenggara maupun kontestan Pilwali Surabaya 2020.
“Ya, proses approval itu nanti dihadiri perwakilan kedua pasang calon. Kalau sekarang, apa yang mau di-approve kalau desainnya saja belum sesuai ketentuan?” Kata Subairi menegaskan prosedur yang berlaku.
Setelah semua proses itu selesai, barulah desain dari masing-masing Paslon akan dicetak oleh KPU. Masing-masing APK itu antara lain baliho, umbul-umbul, dan spanduk yang jumlahnya juga sudah ditentukan dalam PKPU 11/2020.
Untuk baliho fasilitasi, KPU akan mencetak lima baliho untuk masing-masing paslon yang akan dipasang di sejumlah titik di Kota Surabaya sesuai kesepakatan KPU dengan Paslon.
Selanjutnya, KPU harus mencetak 20 umbul-umbul untuk satu paslon untuk 31 kecamatan. Sedangkan spanduk untuk satu Paslon harus dicetak 2 buah untuk setiap kelurahan.
Pemuatan tokoh dalam baliho paslon ini ramai menjadi ajang penyerangan paslon satu terhadap paslon lainnya lantaran baliho salah satu paslon memuat foto Wali Kota Surabaya dan menganggapnya sebagai unsur ketidaknetralan.
Bawaslu saat ini sedang memproses dua laporan dugaan pelanggaran pemuatan foto wali kota ini dari dua pihak berbeda. Menurut Bawaslu, ada potensi pelanggaran karena foto itu tidak disertai keterangan nama dan jabatan.
Padahal, wali kota yang fotonya tercantum juga merupakan pengurus partai politik pengusung pemilik baliho. Kalau saja ada keterangan nama dan jabatan itu, Bawaslu mengatakan itu tidak bermasalah karena sesuai ketentuan.
Masalahnya, baliho yang terpasang itu masuk kategori Non-APK karena sudah terpasang sebelum penetapan pasangan calon oleh KPU. Baliho Non-APK sesuai ketentuan Bawaslu harus segera ditertibkan.
Subairi mengatakan, nanti masing-masing Paslon diperbolehkan mencetak APK sendiri setelah APK fasilitasi dari KPU tercetak dan terpasang. Istilahnya, APK Tambahan, dengan jumlah yang dibolehkan sesuai ketentuan maksimal 200 persen dari APK yang difasilitasi KPU.(den/lim)