Ajeng Wira Wati Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, meminta pemerintah kota (Pemkot) mensupport keberadaan Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo.
Dalam kegiatan reses via daring mulai 15-20 Juni, Bendahara Fraksi Gerindra itu, banyak menerima keluhan warga soal pembiayaan Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo.
Mereka sangat mengharapkan fasilitas dari Pemkot Surabaya.
Menurut Ajeng, Gugus Tugas pencegahan penyebaran Covid-19 di tingkat RT/RW atau Satgas Kampung Wani sudah terbentuk atas inisiatif dan swadaya warga sendiri.
“Warga berusaha memenuhi imbauan tenaga dan operasional Satgas sesuai pasal 32 Perwali nomor 28 tahun 2020. Tetapi dalam pelaksanaannya mereka juga mengharapkan fasilitasi dari Pemkot,” kata Ajeng.
Keluhan warga ini dianggap wajar, karena sampai sekarang belum diketahui kapan pandemi Covid-19 akan berakhir.
Ajeng mengatakan, dari keterangan warga, bahwa Satgas Kampung Wani itu bekerja hampir seharian selama 24 jam. Mereka menjaga One Gate System di setiap Kampung Tangguh dengan melakukan pemeriksaan suhu tubuh dan penyemprotan disinfektan.
“Keluhan pak RT misalnya yang Jasmas terop dan kursinya belum turun, jadi warga urunan untuk pengadaannya. Belum lagi untuk penyediaan thermo gun, alat disinfektan dan cairannya, alat cuci tangan serta sabun. Semuanya hasil urunan warga. Padahal wabah ini tidak tahu kapan berakhirnya,” jelas Ajeng.
Cakupan wilayah Surabaya ini cukup luas dan status masyarakatnya sangat beragam. Sehingga aturan bergotong-royong dalam pembentukan kampung tangguh harus mempertimbangkan aspek sosial masyarakat dan menjalankan prinsip equity dalam memfasilitasi satgas.
“Warga keadaannya tidak sama rata dan yang saya temui banyak warga ingin berpartisipasi penekanan penyebaran Covid-19 melalui kampung wani. Harapan saya Pemkot segera mem-fasilitasi secara akuntabilitas dan transparan, karena ekonomi lagi sulit,” katanya.
Sesuai Perwali 28 pasal 33, dijelaskan bahwa APBD juga bisa sebagai sumber pendanaan pelaksanaan Tatanan Normal Baru. Jadi mengenai istilah gotong-royong, lanjut Ajeng, dapat diartikan bukan hanya antar warga, tapi bisa pemerintah dengan kelompok warga.
“Jika itu bisa terjadi, saya yakin lebih efektif karena tanggung jawab menjadi milik bersama,” tandas Ajeng.
Dalam reses itu kata Ajeng, warga masih tetap menanyakan proses Jasmas yang belum terrealisasi. Begitu juga mengenai bantuan sosial yang masih terkendala oleh belum akuratnya data korban PHK, PKL dan pedagang yang terkena imbas pandemi Covid-19. “Mereka semua meminta perhatian dari Pemkot Surabaya,” kata Ajeng. (bid)