Sukses penyelenggaraan pemilihan presiden (pilpres) 2019 dibayangi ketidakpercayaan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pasangan calon presiden nomor urut 02 terhadap hasil hitung cepat (quick count) yang dilakukan sejumlah lembaga survei.
Berdasakan riset yang dilakukan Indonesia Watch for Democracy (IWD) menunjukkan, quick count punya akurasi terhadap proses penghitungan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Setidaknya dari data Pilpres 2014 hingga sejumlah Pilkada yang berlangsung pada 2017-2018, quick count sangat mendekati hasil real count KPU. Selisih antara quick count dan real count berkisar di bawah 1 persen hingga maksimal 2 persen saja,” ungkap Endang Tirtana Direktur Eksektif IWD dalam siaran pers yang diterima redaksi, Jumat (19/4/2019).
Menurut Endang, kontroversi terkait hasil quick count dimulai sejak Pilpres 2014. Ada empat lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Hatta, yaitu Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Indonesia Research Center (IRC), Jaringan Survei Indonesia (JSI), dan Lembaga Survei Nasional (LSN). Hasil quick count keempatnya terbukti salah, meleset dengan kisaran 3,2-5,20 persen.
Berdasarkan quick count yang keliru tersebut, Prabowo-Hatta kemudian mengklaim kemenangan dan melakukan sujud syukur yang menghebohkan publik.
Faktanya, real count KPU menunjukkan paslon Jokowi-Jusuf Kalla unggul dengan raihan 53,15 persen suara. Prabowo-Hatta kalah dengan suara 46,85 persen. Hasil quick count lembaga survei lain tidak jauh berbeda dari real count KPU.
“Selain empat lembaga tersebut, ada pula Lembaga Kajian Pemilu Indonesia (LKPI) yang merilis hasil berbeda pada Pilkada Jawa Barat dan Jawa Tengah pada 2018,” lanjut Endang.
Berbeda dengan lembaga survei lain dan real count KPU yang memenangkan calon gubernur Ridwan Kamil dan wakilnya Uu Ruzhanul Ulum, quick count LKPI mengunggulkan pasangan calon (paslon) Sudrajat-Ahmad Syaikhu.
Di Jateng, LKPI mengeluarkan hasil quick count yang menempatkan paslon petahana Ganjar Pranowo berpasangan dengan Taj Yasin unggul tipis dari Sudirman Said-Ida Fauziah.
Ganjar-Taj Yasin meraih 50,02 persen, sedangkan Sudirman-Ida 49,98 persen. Lembaga survei lain tidak jauh berbeda dari real count KPU, di mana Ganjar-Taj Yasin (58,78 persen) unggul jauh dari Sudirman-Ida (41,22 persen).
“Yang patut diapresiasi, pada Pilpres 2019 kali ini tidak ada lembaga survei yang berani mengeluarkan hasil quick count yang jauh menyimpang,” timpal Endang.
Hanya saja, disayangkan bahwa ada pihak-pihak yang mencoba merusak proses demokrasi dengan menolak hasil quick count.
“Sebaiknya semua pihak legowo karena hasil quick count terbukti sangat akurat dan kredibel,” pungkas Endang. (rid/ang/rst)