Keputusan DPP PDI Perjuangan yang menugaskan Adi Sutarwijono sebaga ketua DPC PDIP Surabaya bisa dimaknai sebagai ruang bagi Ketua sebelumnya, Whisnu Sakti Buana, agar semakin fokus menatap Pemilihan Walikota (Pilwali) 2020.
Surokim Abdussalam Analis Politik dari Surabaya Survey Center (SSC) mengatakan, ada sejumlah pembacaan politik terhadap keputusan yang diteken langsung Megawati Soekarnoputri Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri tersebut.
Pertama adalah soal regenerasi, mengingat Whisnu sudah tiga periode atau 15 tahun berada di jajaran pimpinan PDIP Surabaya. Whisnu menjadi Sekretaris PDIP Surabaya selama 5 tahun pada 2005-2010. Kemudian, Ketua DPC PDIP Kota Surabaya selama 10 tahun pada 2010-2020.
“Bacaan saya, Mas Whisnu mungkin dianggap sudah tiga kali, untuk regenerasi kepemimpinan,” ujar Surokim kepada wartawan, Senin (8/7/2019).
Pembacaan politik kedua adalah memberi ruang untuk fokus menghadapi Pilwali 2020. Keputusan Megawati itu dilakukan saat Pilwali kurang 15 bulan lagi. Rencananya, Pilwali Surabaya digelar September 2020.
“Bisa jadi DPP sedang memberikan kesempatan untuk Mas Whisnu biar fokus di persiapan Pilwali,” ujar Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Trunojoyo Madura tersebut.
Pilwali Surabaya memang membutuhkan fokus khusus dari Whisnu, mengingat peta persaingan lebih kompetitif karena tak ada lagi figur yang sangat kuat seperti Tri Rismaharini.
Berdasarkan survei Surabaya Survey Centur (SSC) yang dirilis Januari 2019 lalu, nama Whisnu memang masih cukup kuat. Namun, masih jauh dari angka psikologis 50 persen. Data SSC menyebutkan, elektabilitas Whisnu Sakti 15,4 persen.
“Sehingga jalan yang paling elegan saat ini (adalah) menerima (keputusan Megawati) itu dengan legowo, lalu mencoba fokus persiapan Pilwali. Lebih baik jika Mas Whisnu legowo dan fokus pada persiapan Pilwali,” ujar Surokim,
Surokim menegaskan, sifat politik memang selalu dinamis. Tidak harus disertai dengan baper (bawa perasaan) yang berlebihan. Politisi harus tangguh, situasi faktualnya harus dibaca dengan jernih.
“Reaksi Mas Whisnu dan pendukungnya bisa kontrapraduktif. Dengan melawan DPP, peluang Mas Whisnu akan semakin kecil di DPP (untuk pencalonannya di Pilwali 2020),” katanya.
Dalam pembacaan Surokim, PDIP adalah partai dengan komando yang kuat. “Sejauh yang saya tahu, tipikal DPP (PDIP), semakin dilawan akan semakin susah,” ujarnya.
Dengan tidak menolak keputusan Megawati, lanjut Surokim, itu sekaligus mengurangi tensi politik dan mengeliminasi faksi-faksi di PDIP Surabaya. Sehingga seluruh kekuatan partai berlambang banteng itu bisa fokus menatap Pilwali Surabaya 2020. (bid/tin/ipg)