Jumat, 31 Januari 2025

LIPI: Masalah Perppu KPK Akan Bikin Take Off Jokowi Tidak Mulus

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Firman Noor Kepala Pusat Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Foto: Faiz suarasurabaya.net

Firman Noor Kepala Pusat Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelaskan, yang dibutuhkan oleh DPR dan Jokowi saat ini adalah sebuah “Take Off” yang smooth (mulus).

Pernyataan Firman ini disampaikan menyikapi polemik Perppu KPK yang sampai detik ini belum juga dikeluarkan oleh Jokowi Presiden. Padahal kalau Perppu tidak keluar, maka Kamis besok (17/10/2019), otomatis UU KPK hasil revisi akan berlaku. Sementara, Jokowi sendiri akan dilantik 20 Oktober 2019 dan berkuasa lagi selama lima tahun.

“Jokowi perlu take off dengan modal sosial yang banyak, bukan take off yang diragukan atau take off yang miskin modal. Saya kira momen ini kelihatannya lepas yang memang harusnya Presiden dan DPR memahami yang menjadi aspirasi masyarakat sipil terkait dengan Undang-Undang ini,” ujar Firman di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta,Rabu (16/10/2019).

Kata Firman, seandainya Perppu itu dikeluarkan, maka modal sosial Presiden dan DPR untuk memulai kinerjanya di periode yang baru ini akan lebih baik.

“Ibarat pesawat kalau take off nya saja sudah goyang tentu saja akan bisa muncul efek-efek selanjutnya,”tegasnya.

Menurut Firman, yang harus dijaga oleh Presiden maupun DPR adalah makin dekat dengan masyarakat, punya hubungan heart to heart baik dengan masyarakat maka akan muncul trust (kepercayaan).

“Kalau startnya seperti ini maka akan muncul gap (jarak) antara masyarakat dan elit, dan itu tidak akan baik ke pelaksanaan program pemerintah ke depan,” jelasnya.

Firman menegaskan, kalau masalah Perppu KPK ini tidak segera disusul oleh suatu manuver politik tulus yang memang bisa menutupi ini semua, maka, akan punya efek berantai yang tidak baik ke depan.

“Yang jelas akan membuat gap dengan masyarakat sipil yang merupakan suatu elemen terpenting dalam kehidupan demokrasi, yang juga beberapa waktu belakangan punya momen dan punya kemampuan untuk memberikan warna dalam kehidupan politik kita,” kata dia.

Jadi, menurut Firman, seharusnya masyarakat sipil dijadikan modal terpenting oleh pemerintah, bukan kemudian dijauhi dengan kebijakan yang berlawanan dengan aspirasi mereka.

Firman melihat kalau Jokowi terpapar oleh satu perspektif dari lingkar tertentu saja yang tidak memberikan akses cukup banyak untuk melihat alternatif lain. Tapi disisi lain, juga kelihatan tidak ada upaya keras dari Presiden sendiri untuk melihat alternatif itu.

Soal kemungkinan adanya unjuk rasa lagi, kata dia, potensi protes publik ada, tetapi mahasiswa juga cukup cerdas untuk tidak berhadapan langsung dengan alat negara demi suatu proses atau protes yang sebenarnya masyarakat sudah tahu secara umum.

“Kita lihat mungkin ada pergerakan tetapi apakah kemudian menjadi berujung pada keramaian seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya, saya kira tidak. Saya tidak berfikir sampai ke sana,” kata Firman.

Dengan desakan masyarakat sipil, Firman mengataka kalau Jokowi sebenarnya mempunyai alasan yang sangat tepat dihadapan para investor politik disekitarnya.

“Presiden bisa bilang, oke kita punya kepentingan menyelamatkan pemerintahan ini”. Saya pikir kita tidak bisa meninggalkan elemen masyarakat sipil yang semakin kuat dan kalau ini dibiarkan saya kira akan menempa kekuatan dari masyarakat sipil itu sendiri. Sayangnya kekuatan itu ditujukan untuk melawan dari elit itu sendiri,” pungkas Firman.(faz/dwi/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Jumat, 31 Januari 2025
27o
Kurs