IT-Research and Politic Consultan (iPOL) Indonesia, lembaga penelitian dan survei politik di Jakarta kembali menyampaikan pemantauan 19 Pilkada Jatim 2020 dengan elemen Big Data.
Berdasarkan perkembangan pemantauan sampai Jumat (6/12/2019), iPOL mendapati, Kota Surabaya tetap memiliki dinamika paling tinggi dibandingkan 18 kabupaten/kota lainnya.
Petrus Hariyanto CEO iPOL Indonesia menyatakan, dari sejumlah nama bakal calon wali kota Surabaya yang muncul di media massa, kemunculan Eri Cahyadi Kepala Bappeko Surabaya meningkat.
Tiga pekan lalu, saat iPOL menggelar konferensi pers pemaparan hasil pantauan big data, Eri masih menempati posisi kedua setelah Whisnu Sakti Buana Wakil Wali Kota Surabaya.
Sekarang, menurut pantauan iPOL, Eri ada di posisi teratas. Pemberitaan dengan sentimen positif tentang Eri, sebagai bakal calon wali kota yang terwacanakan, mendominasi calon lainnya.
iPOL memaparkan, pemberitaan tentang Eri Cahyadi sebanyak 2.701 menyalip Whisnu Sakti Buana sebanyak 2.300. Selanjutnya ada Armuji 1.002 pemberitaan dan Zahrul Azhar As’ad (Gus Hans) 544.
“Kepala Bappeko Surabaya ini dinilai punya rekam jejak karir yang tidak jauh berbeda dengan Risma Wali Kota Surabaya. Sehingga, digadang sebagai salah satu kandidat terkuat,” ujar Petrus.
“Bahkan, Armuji dan Whisnu cenderung ingin menggandeng Eri di Pilkada Surabaya. Info dari survei internal partai, sosok Eri Cahyadi adalah figur yang potensial di Pilwali Surabaya.”
Selain calon wali kota di atas, ada nama seperti Dyah Katarina: 299 pemberitaan; Lia Istifhama: 146; M Sholeh: 134; Ahmad Nawardi: 123; serta Hariyanto: 70 yang terpantau oleh iPOL.
Calon lain yang mulai terpantau bergerak di media adalah Irjen Pol (Purn) Machfud Arifin mantan Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-KH Ma’ruf Amin Jatim, Firman Syah Ali keponakan Menkopolhukam Mahfud MD, Gus Ali Azahra, dan Samuel Teguh Santoso.
“Fenomena calon wali kota yang juga struktur PDI Perjuangan mengindikasikan, siapapun calon PDIP tetap akan menjadi lawan sulit bagi calon lain kalau tidak ada strategi dan pola pemenangan yang rapi sejak sekarang,” kata Petrus.
Makin massifnya kemunculan wacana cawali baru Desember ini, kata Petrus, menunjukkan analisis pemenangan berbasis Big Data dan Teknologi Politik (Teknopol) makin dibutuhkan.
Menurutnya, kebutuhan itu perlu dipenuhi karena adu strategi dari kandidat baru yang mulai bermunculan tidak bisa dianggap remeh di tengah semakin mudah dan cepatnya kampanye politik di era 4.0.
“Di era digital ini membangun popularitas, kedisukaan, maupun ketidaksukaan pada kandidat makin mudah dan cepat. Adu strategi, narasi dan kekuatan manajemen pemenangan kandidat mulai diuji di masa pra rekomendasi partai,” katanya.(den/dwi)