Selasa, 4 Maret 2025

Fahri Hamzah: Banyak Korban, Pemilu 2019 Salah Desain Sejak Awal

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Fahri Hamzah Wakil Ketua DPR RI di gedung DPR RI,Senayan, Jakarta, Jumat (26/4/2019). Foto: Faiz suarasurabaya.net

Menanggapi tingginya jumlah korban petugas pemilu 2019 yang meninggal dan yang dirawat di rumah sakit, Fahri Hamzah Wakil Ketua DPR RI mengatakan kejadian tersebut bukan hal yang wajar.

“Itu nggak normal. Orang dikasih kerjaan, terus sampai meninggal ratusan itu nggak normal loh. Jangan dianggap normal. Peristiwa ini sangat memprihatinkan,” kata Fahri di gedung DPR RI,Senayan, Jakarta, Jumat (26/4/2019).

Menurut Fahri tidak ada di dunia ini atau negara demokrasi manapun pemilu yang memakan korban hingga ratusan orang meninggal dunia, hampir ribuan yang sakit seperti pemilu di Indonesia ini. Bahkan, sampai ada korban sosial berupa disintegrasi yang menganga, ada korban ekonomi karena harus mengeluarkan dana lebih dari 26 Triliun, juga korban politik yang tidak stabil dalam kurun waktu yang begitu lama.

“Jadi korban yang begitu besar ini harus segera diakhiri. Ini terjadi akibat adanya kesalahan sistemik dalam cara kita menata regulasi dan kelembagaan pemilu, serta juga kultur daripada petugas pemilu kita,” kata dia.

Meskipun bukan di Komisi II DPR dan tidak ikut membahas Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik (Parpol), namun Fahri menilai kalau kejadian yang tidak normal tersebut akibat sistem yang sejak awal diterapkan dalam Undang-Undang Pemilu itu salah desain, sehingga korbannya banyak.

“Nah, karena itu sebetulnya yang diperlukan adalah kearifan dari kita semua untuk mengakhiri problem yang terulang dalam setiap Undang-Undang Pemilu kita,” kata inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) itu.

Mengapa? Sebab, kata Fahri, UU Parpol dan Pemilu selalu dibahas diujung, tanpa investigasi menyeluruh tentang bagaimana sebuah desain sistem yang lubangnya itu tidak ada. Sehingga kalau orang mau melakukan satu kesalahan dalam sistem itu, tidak bisa karena sudah ditutup.

“Sekarang bagaimana coba, 813 ribu TPS itu, orang disuruh saksi masing-masing. Dan sudah saya cek, ternyata orang ini nggak sanggup membayar saksi, sehingga banyak sekali TPS yang tidak imbang. Disitulah ruang permainannya,” tegas Fahri.

Karena itu, Fahri mengusulkan agar KPU dan Bawaslu lebih aktif merespon segala kecurangan yang disampaikan oleh masyarakat, jangan hanya sekali kali saja. Bila perlu, harus ada juru bicara atau petugas yang stand by (siap) setiap saat untuk menjelaskan ke publik.

“Harus ada jubir yang siap dan duduk 24 jam hadapin wartawan, ngetik di sosial media dan sebagainya. Tapi yang saya perhatikan, website nya KPU juga Bawaslu nggak melakukan itu. Padahal yang bekecamuk itu di sosial media. Ini harusnya dijawab langsung,” Jelas Fahri.

Dia juga mengatakan, kekisruhan dalam pelaksaan pemilu ini juga menjadi evaluasi presiden sebagai pengusul atas perubahan UU Pemilu dan Parpol, juga bahan evaluasi bagi parpol yang tidak inpenden atas kepentingan-kepentingan jangka pendek, yang dari awal merancang sistem pemilu ini berlubang.

“Maka kita harus berjanji pada diri kita sendiri bahwa kita tidak akan legi mendisain sistem pemilu yang begini kacau dan rusak. Cukuplah ini yang terakhir,” pungkas Fahri.(faz/rst)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Surabaya
Selasa, 4 Maret 2025
27o
Kurs