Ahmad Rizki Sridadi, pengamat hukum ekonomi Unair menilai, arahan presiden agar pemerintah daerah melakukan deregulasi di tingkat daerah melalui revisi dan penyederhanaan Perda memerlukan sinkronisasi antara pusat dan daerah agar tidak saling tuduh.
Seperti diketahui, pada Senin (16/12/2019) lalu, Joko Widodo Presiden berpendapat Perda-Perda yang menghambat dan membebani pemerintah daerah harus dipangkas.
“Ini memerlukan sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah. Nanti ini bisa saling menuduh dalam tanpa petik. Misalnya, pemerintah menganggap daerah harus merampingkan regulasi dan kebijakannya untuk peraturan yang menghambat kinerja pimpinan daerah untuk investasi. Tapi bisa juga daerah melihat, kami tidak punya banyak aturan, karena semuanya dikerjakan oleh pusat. Ini tentu perlu ada kerja sama antara birokrasi di pusat dan daerah UU Otonomi Daerah harus masuk di sana,” ujar Rizki pada Selasa (17/12/2019).
Pada kesempatan yang sama, Jokowi juga menyampaikan, regulasi di Indonesia saat ini berjumlah sekitar 42 ribu. Jokowi menilai, hal ini membuat gerak pemerintah menjadi terhambat. Menanggapi hal tersebut, Prajwalita Widiati Ahli Studi Legislasi Unair mengatakan, banyaknya regulasi di Indonesia memang membuat sejumlah persoalan.
“Kadang kan investor atau masyarakat mengatakan tidak tahu aturan A aturan B, jadi alasan gak patuh. Kadang pemerintah sendiri juga tidak mengetahui banyak aturan tentang dirinya. Ketika dijadikan satu, bisa jadi aksesibel,” kata pria yang juga Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Unair.
Melalui revisi dan penyederhanaan regulasi, pihak terkait bisa membuat pasal-pasal dalam peraturan bisa lebih efisien dan efektif. Ia menyontohkan, apabila ada pasal yang bernada sama, bisa dipangkas jadi satu pasal. Sedangkan, apabila ada pasal yang bertabrakan, bisa dipilih satu pasal yang lebih efektif dan relevan. (bas/iss/ipg)