Sabtu, 23 November 2024

Tak Mungkin Balik Modal, KPK Minta Ikhlaskan Dana Kampanye Kepala Daerah

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Alexander Marwata Wakil Ketua KPK usai penandatanganan Komitmen Gubenur Jatim dan Kepala Daerah di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (28/2/2019). Foto: Abidin suarasurabaya.net

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Kepala Daerah merelakan dana kampanye yang dikeluarkan semasa proses Pilkada. Sebab, bila dihitung-hitung dari gaji kepala daerah, biaya kampanye tidak akan balik modal.

Berdasarkan survey yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dana kampanye yang digunakan kepala daerah mencapai Rp20 hingga Rp30 miliar.

Alexander Marwata Wakil Ketua KPK mengatakan, dana sebanyak itu sebenarnya tak akan balik modal jika kepala daerah tersebut berhasil terpilih.

“Rata-rata kepala daerah menghabiskan biaya Rp20 hingga Rp30 miliar, itu survey Kemendagri,” kata Alexander usai penandatanganan Komitmen Gubernur Jatim dan Kepala Daerah di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (28/2/2019).

Alexander menegaskan jika dilihat dari gaji kepala daerah, tentunya uang tersebut terlalu banyak dan tak akan cukup untuk balik modal. Untuk itu, dia menyarankan kepala daerah untuk mengikhlaskan.

“Itu kan surveinya Kemendagri, ya itu dia akan pasti bertanya kepada kepala daerah biayanya sampai Rp30 miliar, ya saya bilang saya pastikan lima tahun Bapak menjadi kepala daerah, Bupati, Wali Kota tidak akan balik modal itu. Ikhlaskan aja pak,” saran Alexander.

Menurut Alexander, kalau Kepala Daerah berfikir balik modal, pasti akan mencari-cari dari sumber dana yang. “Ya itu tadi dengan cara memotong anggaran atau minta fee. Sudahlah ya ikhlaskan aja,” katanya.

Alexander mengatakan uang Rp20 hingga Rp30 miliar ini biasanya didapat dari uang sponsor hingga uang pribadi. Namun, jika menggunakan uang sponsor, besar kemungkinan pemberi sponsor akan meminta proyek atau kelancaran perizinan.

“Ada sponsor dan uang pribadi. Kalau sponsor itu kan nanti pasti imbalannya proyek, izin, simpel itu,” katanya.

Lain halnya jika kepala daerah tersebut berkampanye menggunakan APBD, besar kemungkinan akan tertangkap KPK.

“Kalau APBD kan jelas ya nanti diperiksa. APBD digunakan kampanye tuh kan pasti kena. Dari APBD kan pasti transparan kelihatan. Kalau dari APBD ya tadi dengan cara nyolong-nyolong minta fee 5 persen. Tapi kan itu ilegal,” jelasnya.

Pencegahan

Lalu bagaimana pencegahannya? Menurut Alexander, KPK telah mengusulkan ke pemerintah untuk menambah anggaran APBN untuk partai politik dengan menaikkan dana per satu suara sah yang sebelumnya Rp100 menjadi Rp1.000.

“Kita sudah mengusulkan ke pemerintah penganggaran parpol itu sebagian dari APBN. Dan itu sudah disetujui, sebelumnya kan satu suara cuma 100 ini 1000. Ya meskipun itu kurang,” ucap Alexander.

Jika anggaran sudah dinaikkan, pihak pemerintah bisa memberikan pengawasan dan meminta partai adanya transparansi.

“Nanti berdasarkan peningkatan kemampuan keuangan daerah pasti akan kita naikkan, sehingga harapan KPK anggaran pemerintah masuk ke parpol, kita bisa minta parpol itu untuk lebih transparan, kaderisasinya benar, pembinaan kadernya benar penegakan kode etiknya juga benar. Selama ini kan nggak bisa, ngapain, soalnya pemerintah ndak ngasih duit,” katanya.

Sekadar diketahui, Pemerintah telah mengesahkan kenaikan dana bagi partai politik (parpol). Setelah dana parpol hanya dianggarkan Rp 108 per suara sah, tahun ini pemerintah meresmikan kenaikan uang bantuan tersebut menjadi Rp 1.000 per suara sah.

Dana tersebut disahkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2018 tentang perubahan kedua Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik. Payung hukum ini merevisi pasal 5 aturan sebelumnya. (bid/tin)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs