Polda Metro Jaya memeriksa dua Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait laporan Oesman Sapta Odang (OSO) Ketua Umum Partai Hanura yang tidak masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD RI untuk Pemilu 2019.
Dua Komisioner KPU tersebut masing-masing Arief Budiman Ketua dan Pramono Ubaid Tanthowi anggota.
Sebelumnya, OSO melaporkan KPU ke Polda Metro Jaya, karena tidak melaksanakan Undang-Undang atau putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Bawaslu terkait pencalegan OSO di DPD RI.
KPU tidak memasukkan nama OSO ke DCT, karena sampai batas waktu yang ditentukan yakni 22 Januari 2019, OSO tidak menyampaikan surat pengunduran diri sebagai pengurus parpol.
“Kami sebagai komisoner KPU yang taat hukum, maka kalau ada undangan dari polisi untuk dimintai keterangan, maka kami memenuhi undangan itu sebaik baiknya,” ujar Ubaid di Polda Metro Jaya usai menjalani pemeriksaan, Selasa tengah malam (29/1/2019).
Menurut Ubaid, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penyidik, dijawab dengan sebaik-baiknya sesuai dengan apa yang dilakukan KPU dan argumen-argumen yang selama ini mereka bangun.
Ubaid mengaku ditanya penyidik dengan 20 pertanyaan.
“Ada 20 pertanyaan seputar alasan-alasan kenapa KPU mengambil sikap yang sudah kita lakukan selama ini, kronologisnya bagaimana, lalu alasan-alasan itulah yang ditanyakan,” jelasnya.
Dia mengaku diperiksa sembilan jam dan Arief Budiman diperiksa selama tujuh jam.
Pertanyaan spesifik yang ditanyakan, kata Ubaid, diantaranya kenapa KPU mengambil sikap itu.
Ubaid mengatakan, KPU dalam menjalankan tahapan-tahapan pemilu itu berdasarkan pada sumber hukum yang selama ini diyakini dan sumber hukum paling tinggi yakni konstitusi.
“Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) sudah kita taati sepenuhnya. Jadi kita junjung tinggi putusan MK dan putusan PTUN dan MA. Kita tidak abaikan karena itu kita dua kali memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk dimasukan dalam DCT sepanjang tetap bersedia mengundurkan diri,”tegasnya.
Jadi,kata dia, KPU memberikan kesempatan dua kali setelah penetapan DCT tanggal 20 September. Kemudian dua kali memberikan kesempatan pada Desember dan Januari.
“Itu bagian dari kita menjalankan keputusan MA, PTUN dan putusan Bawaslu,” pungkas Ubaid.(faz/tin/ipg)