Dana otonomi khusus (Otsus) yang digelontorkan ke Papua dan Papua Barat, selama ini sekitar Rp105 Triliun (2002 – 2020). Jumlah sebesar itu diharapkan bisa mengangkat pendidikan dan kesejahteraan rakyat Papua. Hanya saja Otsus itu selama ini tanpa peraturan daerah khusus (Perdasus) atau peraturan daerah istimewa (Perdasi).
“Otsus ini anugerah Tuhan bagi rakyat Papua. Saya mengikuti sejak tahun 1999 dimana tim100 Papua bertemu Gus Dur hingga terbit UU No.21 tahun 2002 tentang Otsus Papua. UU bersamaan dengan dibentuknya Majelis Rakyat Papua (MRP) melalui PP tahun 2005, tapi selanjutnya tidak ada lagi PP, Perdasus, dan Perdasi sebagai rujukan aturan dana Otsus dimaksud. Kami ingin Perdasus dan Perdasi itu diterbitkan,” ujar Mervin S. Komber, Senator asal Papua dan Ketua Badan Kehormatan DPD RI dalam forum legislasi “Membedah UU Otsus Papua. Telaah Upaya Pemerintah Redam Konflik di Bumi Cendrawasih” di gedung parlemen, Senayan, Jakarta , Selasa (10/9/2019).
Kata Mervin, tanpa Perdasus, Perdasi, gubernur yang memiliki kewenangan penggunaan dana Otsus tersebut mendistribusikan langsung ke bupati-bupati sebesar 90 persen. Hal itu karena tidak ada Perdasus sebagai rujukan penggunaan pelaksanaan dana Otsus tersebut.
Karena itu, menurut Mervin, kalau BPK mau mengaudit dana tersebut, maka tidak jelas standar dan ukurannya seperti apa.
“Sudah puluhan Perdasus yang diajukan ke pusat, tapi tidak satu pun yang diterbitkan. Kami berharap DPR mendukung terbitnya Perdasus, Perdasi, dan atau PP agar penggunaan dana itu klir. Dan, sebaiknya duduk bersama untuk membahas semua itu,” jelas Mervin.
Meski begitu, dia mengapresiasi langkah Jokowi Presiden, yang telah mempertemukan semua tokoh Papua dan Papua Barat di Istana Negara.
“Saya berharap bendera Bintang Kejora dan Parpol lokal kultural itu diizinkan,” pungkasnya.(faz/iss)