Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019 yang pelaksanaannya dijadwalkan Rabu, 17 April 2019, akan menjadi sejarah dalam proses demokrasi di Indonesia.
Karena, untuk pertama kalinya, masyarakat yang punya hak pilih bisa memilih presiden dan wakil presiden, serta anggota legislatif secara serentak.
Dari sisi kelembagaan, pelaksanaan pemilu serentak bertujuan untuk memperkuat Sistem Presidensial. Karena, pencalonan presiden dan wakil presiden tidak perlu menunggu hasil pemilu legislatif.
Tapi, di sisi lain, ada kekhawatiran dari sejumlah calon anggota legislatif, akan adanya kekacauan dalam proses penghitungan suara khusus untuk calon anggota dewan.
Salah seorang di antaranya, Eko Hendro Purnomo caleg Partai Amanat Nasional (PAN) daerah pemilihan DKI Jakarta I.
Menurut Eko, masyarakat sekarang lebih fokus pada pemilihan presiden, dan terkesan tidak peduli dengan calon anggota legislatif yang akan mewakilinya di parlemen.
“Yang saya takutkan, orang akan memilih presiden saja, sedangkan DPR RI, DPRD dan DPD tidak maksimal hasilnya,” ujarnya dalam diskusi publik dengan tema pemilihan wakil rakyat, Sabtu (23/2/2019), di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Kekhawatiran itu bertambah, karena penghitungan perolehan suara calon presiden dan wakil presiden di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS), akan dilakukan lebih dulu.
Eko khawatir, sesudah penghitungan suara pasangan calon presiden selesai, kelompok penyelenggara pemungutan suara kelelahan dan tidak fokus untuk menghitung suara caleg DPR RI, DPRD, dan DPD.
“Proses penghitungan kan berlangsung di ribuan TPS. Kalau ada kekacauan sesudah penghitungan suara pasangan presiden kan jadi masalah buat caleg,” imbuhnya.
Lebih lanjut, politisi yang sebelumnya berporfesi pelawak itu menyarankan KPU mengatur ulang teknis penghitungan suara, dimulai dari DPD, DPRD, DPR RI, baru kemudian penghitungan suara Presiden.
Selain Eko Hendro Purnomo, Priyo Budi Santoso caleg Partai Berkarya daerah pemilihan Jawa Timur 1 yang meliputi daerah Surabaya-Sidoarjo, juga punya kekhawatiran serupa.
Dia menilai, masyarakat sekarang kurang aware dengan partai politik dan caleg di daerahnya. Sebaliknya, masyarakat sadar ada dua pasangan calon presiden yang bisa dipilih pada Pemilu 2019.
“Itu yang menyebabkan saya tidak terlalu banyak pasang alat peraga kampanye berbentuk baliho. Selain terlalu banyak caleg, masyarakat juga lebih perhatian ke Pilpres,” katanya.
Priyo juga berpendapat, pemilihan presiden dan pemilihan legislatif yang diselenggarakan serentak dalam satu hari merupakan uji coba yang terlalu berani.
Maka dari itu, Priyo berjanji akan menginisiasi gugatan ke Mahkamah Konstitusi, supaya pemilu legislatif dan presiden kembali dipisah, seperti pelaksanaan pemilu sebelumnya. (rid/ipg)