Partai politik (parpol) di Indonesia perlu mengevaluasi manajemen rekrutmen pemimpin yang akan dimajukan dalam pemilu.
Suko Widodo Pengamat Komunikasi Politik Unair mengatakan, saat ini parpol tidak cukup baik dalam menyiapkan kadernya yang akan ditawarkan ke publik. Sehingga, banyak tokoh diluar partai politik yang dilirik untuk maju dalam kontestasi pemilu.
“Bu Khofifah, Pak Emil, apa dia orang partai? Kan tidak muncul dari partai. Pak Karwo misalnya, Pak Karwo dulu wakilnya Gus Ipul. Dua-duanya (dulu, red) bukan orang partai politik loh,” ujar Suko Widodo.
Tak hanya itu, dalam konteks Pilkada Jawa Timur, ia menyoroti dua partai besar yaitu PDIP dan PKB.
“Maju tiga kali dalam Pilkada, juga kalah juga. Inikan contoh bagaimana kita perlu mempertanyakan, parpol besar pun tidak cukup signifikan dalam menyiapkan kadernya,” jelasnya.
Tak hanya itu, peristiwa Pilwali Surabaya 2015 juga menjadi contoh dari lemahnya fungsi partai politik dalam menyiapkan pemimpin. Saat itu, Tri Rismaharini yang maju untuk kedua kalinya terancam tak memiliki rival dalam kontestasi Pilwali Surabaya.
“Iya, itu contoh bagaimana kemudian parpol seperti dikalahkan oleh kekuatan-kekuatan personal seperti itu,” katanya.
Menurutnya, kegagalan partai politik dalam menyiapkan pemimpin akan berdampak pada posisi parpol yang hanya sebagai “penjual tiket” untuk melaju dalam pemilu. Hal ini mengakibatkan adanya jual beli rekomendasi didalam tubuh partai politik. (bas/tin/rst)