Sabtu, 23 November 2024

Lemahnya Penyaluran Aspirasi Sebabkan DPR Hilang Legitimasi

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2019). Foto: Faiz suarasurabaya.net

Fahri Hamzah Wakil Ketua DPR RI yang juga Ketua Tim Implementasi Reformasi DPR RI mengatakan bahwa anggota DPR yang mendapatkan mandat kuasa langsung dari rakyat melalui pemilu, seakan kehilangan legitimasi dan kepercayaan diri untuk bisa mengatasnamakan rakyat pemilih dalam tiap keputusan dan kebijakannya.

Hal ini disampaikan Fahri dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Fahri menjelaskan terdapat gap/jarak antara anggota terpilih dengan basis konstituensi. Adanya gap tersebut, menurut Fahri, karena tidak ada mekanisme penyaluran aspirasi yang bisa langsung dijawab secara konkrit oleh para wakilnya di parlemen. Selain itu juga karena masih lemahnya mekanisme yang ada dalam memfasilitasi anggota DPR berjumpa dengan konstituen.

“Hal inilah, yang mendorong perlunya membangun suatu mekanisme keterwakilan yang terlembagakan dalam konsepsi parlemen modern,” kata Fahri.

Dia menjelaskan, parlemen modern memiliki tiga indikator utama. Pertama, peran dan fungsi DPR berjalan baik dan optimal. ‎Kedua, mudah diakses publik sehingga publik bisa menyampaikan aspirasinya dan berpartisipasi langsung dan tidak langsung dalam kerja-kerja DPR. Dan ketiga, memanfaatkan teknologi informasi untuk menunjang kerja-kerja DPR.

“Oleh karena itu, sejak awal masa terbentuknya, Tim sudah sampai pada satu kesimpulan dan tindakan yang melahirkan tujuh produk modernisasi parlemen. Meski tidak semua terealisasi di periode ini, namun ide besar sudah pernah dihasilkan sebagai ikhtiar untuk menjadi simbolisasi demokrasi,” jelasnya.

Sekadar diketahui, Tim Implementasi Reformasi DPR dibentuk pada 9 Februari 2015 dengan anggota dari seluruh fraksi di DPR. Diawal kerjanya, Tim melakukan penguatan peran DPR, baik kelembagaan maupun sistem kerjanya, seperti Undang-Undang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3) yang sebetulnya telah menganut prinsip reformasi parlemen.

Fahri menjelaskan, Tim yang dia pimpin ini bekerja mengacu kepada kerangka kerja yang mencakup metode kerja, permasalahan, serta output dan rekomendasi.

“Tim juga melaksanakan metode pengumpulan data melalui kegiatan pertemuan dengan berbagai pakar, sejarawan, sosiolog dan akademisi terkait lainnya diberbagai perguruan tinggi,” kata dia.

Selain itu, kata dia, Tim juga melakukan kunjungan bersama ke beberapa negara yang menganut sistem presidensial dan parlementer, untuk mencari format terbaik penguatan dan modernisasi parlemen.

Menurut Fahri, Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, yang secara normatif lambang demokrasinya yaitu tegaknya daulat kuasa rakyat melalui wakilnya di parlemen.

“Pengembangan dan penguatan DPR sejatinya dimaknai sebagai penguatan rakyat dalam berhadapan dengan kekuasaan,” ujar dia.

Fahri mengaskan, terdapat dua area utama yang menjadi perhatian Tim Implementasi Reformasi DPR dan dianggap masuk menjadi pekerjaan rumah ke depan, yaitu, konsep independensi DPR dan menyempurnakan proses pembangunan, baik fisik maupun non fisik. Kata dia, sudah ada ide besar yang dihasilkan oleh Tim terkait proses pembangunan ini.

“Dan, kedua hal ini adalah ikon produk Tim Implementasi Reformasi DPR periode 2014-2019,” jelasnya.

Selanjutnya, Fahri menyerahkan buku blue print beserta lampiran enam paket RUU Lembaga Perwakilan untuk diteruskan dan ditindaklanjuti anggota DPR periode 2019-2024.(faz/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs