Suko Widodo Pengamat Komunikasi Politik Unair mengatakan, hampir 70 persen hubungan antara kepala daerah dan wakilnya berakhir tidak bagus. Hal ini disebabkan karena pencalonan mereka lahir dari proses koalisi.
“Ini terjadi dimana-mana ya. Di Jawa Timur, seringkali terjadi semacam itu. Sehingga hanya pertama bulan madu di enam bulan, bulan ketujuh udah mulai musuhan, terakhir mereka di tahun kedua mulai berkompetisi,” ujar Suko Widodo.
“Karena kita tidak memiliki partai yang dominan, yang kuat, yang memimpin kemenangan dari pemilu. Dan itu yang mengakibatkan (adanya proses koalisi, red),” lanjutnya.
Meski tak selalu berakhir buruk, fenomena ini telah menjadi tren dalam kepemimpinan di Indonesia. Suko Widodo melihat, ada tren bahwa posisi wakil dianggap sebagai entitas kekuatan tersendiri.
“Bagusnya, kepala daerah itu seperti suami-istri. Berseiring. Kalau kemudian tidak, tentu ada masalah disitu. Dia maju kan couple. Pamitnya ke masyarakat kami berdua. kalau kemudian dalam praktiknya terjadi jalan sendiri kan ada masalah,” katanya.
Disinggung soal hubungan Tri Rismaharini Walikota Surabaya dengan wakilnya Whisnu Sakti Buana, Ia mengatakan hal ini tergantung pada acuan apa yang digunakan. Menurutnya, jika menggunakan acuan Amerika Serikat, hubungan keduanya tentu bukan masalah.
“karena kalau di Amerika (Amerika Serikat, red), anda tidak kenal wakil presidennya loh. Hanya dalam keadaan darurat, baru wakil presiden itu muncul semacam itu. Jadi memandangnya, kalau pakai acuan Amerika ya tidak masalah,” jelasnya.
Terkait Risma yang sempat beristirahat selama sembilan hari di rumah sakit, namun Whisnu juga jarang terlihat di berbagai kesempatan publik maupun dengan media massa, Ia hanya menjawab singkat adanya kesan masalah komunikasi diantara keduanya.
“Tampaknya ada kesan, ada masalah komunikasi diatara bu walikota dan wakilnya,” pungkasnya. (bas/rst)