Tensi suhu Pilwali Surabaya 2020 kian hangat. Sebagian warga kota mulai main patgulipat bermanuver membuka semua kemungkinan termasuk kemungkinan yg tidak mungkin. Salah satunya munculnya gerakan Risma Selamanya yang beberapa hari terakhir rutin digaungkan.
Surokim Abdussalam peneliti di Surabaya Survei Center (SSC) menilai, bila ada gerakan warga mendorong Tri Rismaharini (Risma) memimpin Surabaya untuk selamanya, adalah dagelan yang tidak lucu.
“Saya percaya hati dan pikiran Bu Risma akan selalu untuk Surabaya kendati nanti tidak lagi secara formal menjadi Wali Kota Surabaya. Maka, tidak perlu mendorong-dorong Bu Risma menjabat Wali Kota Selamanya,” katanya kepada suarasurabaya.net, Jumat (13/12/2019).
Surokim mengatakan, Risma memang layak dicintai warga Surabaya karena prestasi dan hasil kinerjanya. Dari berbagai survei tingkat kepuasan yang Risma raih itu jarang bisa diraih para Kepala Daerah lain. Bahkan, kata Surokim, angka prosentase kepuasan itu bisa tembus di atas 80 persen.
“Tingkat kepuasan itu tentu menjadi modal sosial dan simbolik yang bisa dibanggakan sekaligus juga bisa menjadi inspirasi bagi semua pihak khususnya para suksesor Wali Kota Surabaya 2020,” katanya.
Menurut Surokim, para suksesor Pilwali 2020 minimal harus punya benchmark prestasi seperti itu dan bahkan harus beyond (bisa melampauinya untuk meraih kepercayaan dan menebar daya pikat meraih cinta warga kota).
“Saya berharap Bu Risma dengan semua prestasinya tidak sekadar menjadi monumen, tetapi akan menjadi inspirasi untuk bisa diletakkan dalam kerangka hope and faith perjalanan kota Surabaya, termasuk mendorong energi positif untuk kontes politik Pilwali Surabaya 2020,” katanya.
Di mata Surokim, kerangka dan konteks ini menurutnya penting sebagai bagian dari proses edukasi dan literasi politik warga. Sekaligus menjaga marwah jabatan publik Wali Kota Surabaya agar tetap terhormat. Karena, jabatan publik harus berganti dan ada durasi sebagai lahan pengabdian kepada warga maka sudah sepatutnya jika cinta warga kota itu diletakkan pada proporsinya dan terhormat.
“Kecintaan sebagai fakta sosial itu harus dibingkai di atas regulasi agar tidak menjadi cinta buta. Masyarakat Surabaya harus ikhlas dan tidak mendorong wacana menambah masa jabatan, apalagi mendorong campaign Risma menjabat Wali Kota selamanya. Sungguh itu tidak elok juga tidak masuk akal. Kita sekarang hidup dalam iklim demokratis dimana jabatan publik sekali lagi jabatan publik ada durasinya,” katanya.
Menurut Surokim, regulasi membatasi masa jabatan Wali Kota tidak hanya untuk mencegah absolutisme kekuasaan, tetapi yang jauh lebih penting dari itu adalah mengawal regenerasi kepemimpinan Surabaya dan membuka peluang adanya harapan-harapan baru.
“Masyarakat Surabaya harus belajar ikhlas karena sesungguhnya banyak stok pemimpin yang punya potensi seperti Bu Risma. Kita bisa kembali setback saat Bu Risma awal mau maju Pilwali periode 1 saat itu, yang juga biasa saja belum terlihat istimewa. Warga Surabaya harus yakin dan optimis akan lahir suksesor di Pilwali Surabaya, yang juga tidak akan kalah mentereng prestasinya nanti,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah warga beberapa kali menggaungkan gerakan Risma Selamanya agar terus memimpin Surabaya. Menurut mereka, selama ini belum muncul sosok sekaliber Risma yang pantas memimpin Surabaya. (bid/ipg)