Adanya sistem Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) oleh KPU yang tidak disertai dengan aturan atau sanksi tegas dinilai berpotensi adanya jorjoran anggaran dan politik kepentingan. Ini diungkapkan oleh Siti Zuhro Pengamat Politik LIPI Pusat pada Radio Suara Surabaya, Kamis (3/1/2019).
“KPU tidak bisa berargumen bahwa memang LPSDK tidak ada UU yang mengatur tentang sanksi. Termasuk untuk Caleg mantan narapidana. Mengenai dana sumbangan pemilu, kalau tidak diawasi dan tidak ada sanksinya akan terjadi jorjoran,” ujarnya.
Dia mencontohkan kasus Pilkada 2005 – 2015 yang menurutnya terjadi jorjoran dana yang kemudian dari pemberi dana berkongkalikong. Sehingga pemerintah dikendalikan pemberi dana.
Selain itu, Siti Zuhro menilai revisi UU Pemilu yang dilakukan berkali-kali juga berpotensi disusupi kepentingan kelompok. “Setiap kali ada pemilu selalu disertai revisi UU. Ini bagus kalau hasil dari pemilu yang aturannya di UU itu berjalan lebih baik, tapi sekarang ini yang terjadi sulit sekali membedakan antara untuk kepentingan kelompok, kepentingan status quo, atau untuk kepentingan negara,” jelasnya.
Dia menambahkan, jika penyimpangan dan UU Pemilu tidak dikelola dengan baik akan terjadi sengketa pemilu dan membahayakan negara. Menurut Siti Zuhro, Setiap tahapan pemilu harus berlangsung sangat efektif dan jangan sampai ada pelanggaran-pelanggaran yang menumpuk.
“Nanti bisa-bisa muncul saling tidak percaya dan saling tidak menerima hasil pemilu. Ini bahaya, paket UU Politik harus dibenahi dengan niat dan kontribusi positif semua pihak,” imbuhnya. (dim/ipg)