Soekarwo Gubernur Jawa Timur mengatakan, sudah banyak pengalaman kekalahan di ajang politik karena calon tidak menampilkan visi yang sesuai keinginan anak muda di debat-debat publik.
Di Jawa Timur, kata dia, terutama di daerah tengah dalam subkultur arek (termasuk di Surabaya) swing voters-nya sangat banyak dan rentan berpindah pilihan.
“Saya sempat ngobrol dengan Pak Rektor Unair itu, anak-anak itu (mahasiswa) baik semester tiga atau semester lima itu diskusinya sangat kualitatif,” ujarnya.
Karena itulah dia menyarankan para calon pemimpin yang akan melakukan debat publik di Jakarta mengusung visi perubahan yang mengarah pada nilai tambah yang bisa didapatkan oleh anak muda.
Dia menampik anggapan bahwa pemuda-pemuda milenials Indonesia tetap tidak peduli pada proses politik di negeri ini (apolitis). Menurutnya, ucapan itu berasal dari orang-orang yang tidak mau menerima nilai baru.
Mengutip Anthony Giddens, Pakde Karwo menuding orang-orang yang meremehkan kualitas pemuda sekarang adalah orang yang menutup diri atas nilai-nilai baru.
“Orang yang tidak bisa menyesuaikan dengan siber, yang menutup diri dari nilai-nilai yang dibawa era siber ini akan terjebak menjadi ekstrem. Teori Anthony itu menyebutkan, terorisme itu tidak hanya karena berbeda pandangan, menutup kekurangan diri juga bisa menjadi ekstrem,” katanya.
Para pemuda milenials di Indonesia maupun secara khusus di Jawa Timur, kata Pakde Karwo, akan terus searching (mencari) nilai tambah apa yang bisa dia dapatkan dari ajang politik yang sedang terjadi di Indonesia.
“Pertanyaan mereka, kan, apa yang bisa saya dapatkan dari hiruk pikuk politik ini?” katanya.
“Saya kira itu saran saya untuk para calon pemimpin yang akan debat publik di Jakarta,” imbuh Pakde Karwo.(den/tin)