Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), menolak gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Mahkamah berpendapat bahwa permohonan para Pemohon kabur. Sebab, jika permohonan a quo dianggap dimaksudkan sebagai pengujian formil, syarat-syarat untuk itu tidak terpenuhi, baik berkenaan dengan syarat jangka waktu diajukannya permohonan maupun berkenaan dengan pemenuhan alasan-alasan diajukannya pengujian formil.
Sebaliknya, jika permohonan a quo dianggap dimaksudkan sebagai pengujian materiil, sebagaimana tercermin dalam petitum angka 2 Perbaikan Permohonan, uraian para Pemohon dalam posita permohonannya hanya memuat uraian-uraian sumir dan tidak jelas maksudnya.
“Mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Hakim Anwar Usman, Selasa (30/10/2018), di Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Surya Kusmana, Siti Lidya Rahmi, dan Lilis Agus Nuryati yang merupakan satu keluarga mengajukan uji materiil UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, karena merasa hak konstitusionalnya dirugikan.
Pemohon menilai UU yang digugat bertentangan dengan Pancasila yang menjadi dasar negara sebagai representasi hukum dan kedaulatan Tuhan yang rumusannya dicantumkan pada Pembukaan UUD 1945.
Selain itu, para pemohon berkeyakinan UU Parpol juga bertentangan dengan Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (3) UUD 1945.
Implementasi dari UU Parpol, menurut Pemohon, identik dengan meniadakan hak konstitusional mereka sebagai warga negara dan sebagai generasi penerus bangsa. Karena, Indonesia tidak bernegara atas dasar hukum liberalisme kedaulatan rakyat, demokrasi ataupun partai politik. (rid/nin/ipg)