
Arief Budiman Ketua KPU mengapresiasi iktikad baik partai politik yang mengganti bakal caleg bekas napi korupsi.
Dalam Peraturan KPU No.20 tahun 2018 terdapat larangan untuk tiga bekas narapidana ikut mendaftarkan diri sebagai caleg. Mereka adalah bekas Napi Koruptor, kekerasan seksual pada anak dan yang ketiga bekas Napi Narkoba.
Kata Arief Budiman, KPU bersama Parpol peserta Pemilu sudah menandatangani MOU untuk tidak memasukkan bekas napi terlarang dalam daftar caleg.
Tapi, faktanya ada partai yang memaksakan kehendak mendaftarkan bekas napi terlarang tersebut sebagai calon anggota legislatif.
“Saat penyerahan berkas mungkin saja bisa lolos. Tapi setelah diverifikasi, akhirnya ketahuan. Partai diberikan kesempatan mengganti caleg bermasalah dengan calon lain yang tidak bermasalah,” kata ketua KPU di kantornya, Rabu (1/8/2018).
KPU RI Rabu (1/8/2018) dini hari, resmi menutup pendaftaran bakal calon anggota legistatif (DPR RI) untuk dipilih dalam Pemilu 2019.
Dalam prosesnya, diketahui ada lima orang bakal calon berstatus mantan narapidana kasus korupsi, yang mendaftar lewat Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Berdasarkan daerah pemilihan (Dapil), tercatat ada dua orang di Dapil Aceh II, seorang di Dapil Bangka Belitung, seorang di Dapil Sulawesi Tenggara, dan satu orang di Dapil Jawa Tengah VI.
Sebelumnya, KPU sudah memberikan status tidak memenuhi syarat kepada kelima bacaleg itu, dan mengembalikan kepada parpol yang mendaftarkannya.
Sementara itu, Wa Ode Ida kader PAN yang berstatus bekas Napi Korupsi, menyesalkan sikap KPU, yang dianggap tidak mencerminkan keadilan. Akibat peraturan KPU itu, PAN mencoret namanya dari daftar caleg DPR RI. Padahal dirinya sudah menjalin hukuman secara penuh.
Wa Ode adalah mantan terpidana suap pembahasan Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) tahun anggaran 2011. (jos/bas/dwi)