Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai, kinerja legislasi DPR RI periode 2014-2019 makin buruk, dan jauh dari harapan publik.
Salah satu indikatornya, sepanjang masa sidang IV tahun persidangan 2017-2018 (5 Maret-27 April 2018), DPR RI gagal menyelesaikan satu pun dari 43 Rancangan Undang-Undang Prioritas yang tersisa.
Menurut I Made Leo Wiratma Direktur Eksekutif Formappi, DPR tidak sanggup mempertahankan prestasinya menyelesaikan satu RUU Prioritas seperti masa sidang sebelumnya.
Berdasarkan catatan Formappi, DPR baru bisa mengesahkan 2 RUU daftar kumulatif terbuka, yaitu tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Kerja Sama di Bidang Pertahanan, dan RUU ASEAN Framework Agrement on Services (AFAS).
“Selebihnya, DPR masih sibuk dengan pembahasan berbagai tingkatan, tapi sayangnya tidak mengalami kemajuan yang signifikan,” kata Made Leo, Selasa (22/5/2018), di Kantor Formappi, Jakarta Pusat.
Dalam masa sidang IV, lanjut Made Leo, DPR berencana menyelesaikan proses harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi terhadap 6 RUU.
Tapi, cuma 2 RUU yang rampung dan disepakati sebagai RUU Inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna, yaitu RUU tentang Sumber Daya Air, dan RUU tentang Perubahan Undang-Undang Minerba.
Selain itu, DPR juga berencana melanjutkan pembahasan 5 RUU, antara lain RUU KUHP, RUU tentang Penerimaan Negara bukan Pajak, RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Karena tidak selesai dibahas dalam masa sidang IV, DPR kembali memutuskan memperpanjang pembahasan semua RUU tersebut pada masa sidang V.
“Banyak dari RUU prioritas yang tidak selesai pembahasannya dalam waktu 3 kali masa sidang sesuai ketentuan Pasal 99 UU MD3,” imbuhnya.
Formappi menilai, keputusan memperpanjang proses pembahasan RUU Prioritas menjadi kebiasaan yang kurang baik untuk ditradisikan. Selain tidak efektif dan efisien, juga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 99 UU MD3. (rid/iss/ipg)