Sabtu, 23 November 2024

Rohingya Kasus Agama atau Tidak, Menunggu Kesimpulan TPF PBB

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Jumpa pers Kaukus HAM ASEAN di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017). Foto: Faiz suarasurabaya.net

Marzuki Darusman Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) PBB untuk Myanmar mengatakan kalau TPF dibentuk untuk memberikan rekomendasi kepada Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB.

Rekomendasi tersebut untuk menentukan langkah PBB selanjutnya atas masalah Rohingya di Myanmar.

“TPF yang baru dibentuk 3 minggu lalu, dibentuk tanpa prasangka dan mencari celah kesalahan tetapi untuk memberi rekomendasi kepada Dewan HAM untuk aksi-aksi selanjutnya, karena masalah ini sudah masalah internasional,” ujar Marzuki dalam jumpa pers Kaukus HAM ASEAN di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017).

Soal polemik apakah kasus Rohingya berlatar belakang agama atau tidak, kata Marzuki, hal itu akan disampaikan TPF ketika sudah sampai pada kesimpulan nanti.

“Apakah ini kasus yang berlatar belakang agama atau lainnya, itu akan menjadi kesimpulan, bukan menjadi pangkal dari analisa,” jelas Marzuki.

Menurut dia, masalah Rohingya ini sudah ditangani PBB selama 15 tahun. Marzuki juga menghargai upaya Pemerintah Indonesia yang berupaya memulihkan situasi di Myanmar, karenanya perhatian dunia tertuju pada Indonesia.

“Masyarakat kita relatif menjadi perhatian juga di Myanmar. Kalau kita menunjukkan perhatian maka akan sangat membantu masyarakat Myanmar,” ujar Marzuki.

Marzuki menjelaskan, selama 15 tahun, sudah ada 4 orang pelapor khusus yang ditunjuk oleh Myanmar untuk menyelidiki masalah ini. Pelapor khusus ini merekomendasikan dibentuk Dewan HAM PBB untuk masalah ini. Kemudian dibentuk TPF untuk melakukan penelitian lebih jauh dengan bekal informasi yang sudah ada dari berbagai sumber.

“Selama 15 tahun, berkembang suatu proses demokratisasi. Karena masalah ini begitu komplek, dan dalam dua tahun ini terjadi peningkatan, sehingga Dewan HAM PBB membentuk TPF. Namun TPF belum bisa menyampaikan sesuatu.

Tetapi, kata dia, di Rohingya jelas telah terjadi kejahatan kemanusiaan. Namun belum bisa disimpulkan apakah telah terjadi pelanggaran HAM berat atau ringan.

Sementara Mahfudz Sidik anggota Kaukus HAM Asean di DPR RI (Asean Parliamentarians For Human Rights-APHR Indonesia) menjelaskan, di dalam menghadapi situasi politik dalam negeri, State Conselor (Aung San Suu Kyi) tidak memiliki kekuasaan penuh karena kontrol power masih berada di tangan militer.

“Di Rakhine State, partai yang mayoritas bukan partainya Suu Kyi, tetapi Partai Arakan. Di Rakhine State, Pemerintah Pusatnya tidak memiliki kontrol penuh terhadap Rakhine State,” kata Mahfudz.

APHR Indonesia, menurut Mahfudz, memberi perhatian bagaimana semua pihak harus bekerja bahu membahu mendukung Aung San Suu Kyi untuk mengimplementasi bagaimana bisa menjalankan transisi dan rekomendasi Dewan HAM PBB. (faz/bid/ipg)

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs