Eva Kusuma Sundari anggota Kaukus HAM ASEAN/ ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR Indonesia) mengatakan kalau pemerintah Myanmar sudah lama mempunyai rencana besar membersihkan kelompok Muslim di negara tersebut.
Eva yang dari Fraksi PDI Perjuangan DPR ini menjelaskan, rencana pembersihan kelompok Muslim dilakukan sejak Jendral Ne Win berkuasa tahun 1962.
“Ada grand design, dan ini sudah dipicu sejak Jenderal Ne Win berkuasa dan dengan sistematis melakukan pembersihan kelompok kelompok muslim supaya tidak menduduki posisi-posisi strategis, seperti tidak ada Rohingnya yang jadi anggota parlemen,” ujar Eva dalam jumpa pers di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017) yang dihadiri juga Kyaw Win dari Burma Human Rights Network (BHRN) sebuah LSM di Myanmar.
Menurut dia, dari informasi anggota APHR, pada pemilu 2014 lalu, warga Muslim dan etnis Rohingya tidak bisa ikut. Pemerintah Myanmar melalui KPU mencantumkan syarat kalau etnis Rohingya tidak diperbolehkan mengikuti Pemilu.
“Dua teman saya yang ada di APHR tiba-tiba Pemilu 2014 kemarin tidak diperkenankan ikut tarung. Sebelumnya juga ada dua orang etnis dari Rohingnya mengalami hal yang sama. KPU di sana mencantumkan syarat yang orang Rohingnya tidak bisa ikut Pemilu,” kata dia.
Eva juga menegaskan kalau tidak ada Rohingya satupun atau muslim yang menduduki posisi-posisi strategis, baik di militer, kepolisian dan lainnya.
Kata dia, yang bukan suku Buddhist atau Burma mengalami diskriminasi. Tapi yang paling besar korban tewa adalah Rohingya terutama dalam tiga minggu terakhir ini.
“300 ribu orang dikeluarkan dari wilayah, setelah sejak tahun 1978 tidak diberikan akses terhadap kewarganegaraan. Ini bukan tiba-tiba tiga minggu ya, tapi pra kondisinya sudah sejak tahun 1978 ketika rezim militer berkuasa,” tegas Eva.
Eva melihat posisi Aung San Suu Kyi saat ini sama dengan militer Myanmar. Sehingga, tidak pantas Suu Kyi sebagai penerima Nobel perdamaian.
“Suu Kyi posisinya sama dengan militer. Jadi tidak kelihatan dia sebagai penerima Nobel. Dia justru dalam posisi mendukung pembela kebijakan militer disana,” ujarnya.
Eva berharap, DPR memberikan posisi yang jelas sebagai kelembagaan. Indonesia harus mulai menginisiasi fakta piece and development untuk kawasan ekonomi ASEAN tersebut.
Dia mengaku tidak senang dengan Myanmar, karena kemarin ada permintaan gencatan senjata dari sebuah kelompok di Myanmar tetapi ditolak oleh militer.
“Saya sangat tidak senang ketika hari ini kelompok Myanmar ingin gencatan senjata saja ditolak oleh militer. Ini artinya, memang tidak kooperatif. Dan yang aneh lagi mau mengambil tikus kok yang dibakar rumahnya sehingga yang rugi termasuk Non muslim yang juga harus keluar dari daerah,” kata Eva.
Dia menduga, strategi bumi hangus ini memang sesuai dengan adanya natural resources (Sumber Daya Alam) di sana.
Sebelumnya, Kyaw Win dari BHRN juga menegaskan, kalau daerah bagian Rakhine terdapat sumber daya alam berupa Titanium dan Alumunium. Dan ini yang akan dimanfaatkan junta militer Myanmar.(faz/ipg)