Tekanan politik tidak akan mempengaruhi KPK mengusut kasus KTP Elektronik (KTP-el).
Kasus dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik sudah dua kali disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.
Dalam surat dakwaan jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada sejumlah nama politisi anggota DPR dan pejabat pemerintah yang diduga terlibat.
Nama politisi kondang seperti Setya Novanto, Ganjar Pranowo, Yasonna Laoly dan Ade Komarudin, disebut menerima aliran dana dari proyek yang total anggarannya Rp5,9 triliun.
Pascadakwaan dibacakan, DPR berwacana menggulirkan hak angket. Fahri Hamzah dan Fadli Zon Wakil Ketua DPR menilai, langkah itu perlu dilakukan, untuk menyelidiki kasus yang hampir tiga tahun ditangani KPK.
Merespon dinamika politik yang terjadi sehubungan kasus itu, Febri Diansyah Juru Bicara KPK menegaskan pihaknya tidak mau ambil pusing.
Dia menegaskan, KPK tetap fokus menangani kasus korupsi yang ditaksir merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun, sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Kami harap tidak ada tekanan dalam mengusut kasus ini. Karena seharusnya politisi yang baik mendukung apa yang dikerjakan KPK. Kalau ada tekanan politik yang dialamatkan ke KPK, kami tetap fokus pada proses hukum,” kata Febri di Jakarta, Sabtu (18/3/2017).
Wacana hak angket pertama kali digulirkan Fahri Hamzah dan Fadli Zon Wakil Ketua DPR. Dua politisi itu menilai, ada kejanggalan dalam proses penanganan kasus KTP Elektronik.
Tapi, sampai sekarang wacana itu ditanggapi dingin mayoritas fraksi dan anggota DPR.
Sekadar diketahui, syarat digulirkannya hak angket adalah harus diusulkan minimal 24 orang anggota DPR, dan lebih dari satu fraksi.
Kalau sudah memenuhi syarat itu, usulan juga harus mendapat persetujuan minimal setengah dari 560 anggota DPR, dalam forum Rapat Paripurna. (rid/ana/ipg)