Proses pembusukan di dalam organisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa terjadi karena adanya konflik internal dan ada indikasi tidak taat azas.
Karena fakta tentang subordinasi dan juga tidak taat azas itu sudah diakui orang dalam, KPK harus segera berbenah diri. Demikian ditegaskan Bambang Soesatyo Ketua Komisi III DPR RI di Jakarta, Kamis (14/9/2017)
“Proses pembusukan di tubuh KPK menjadi akut karena pelanggaran mekanisme kerja dan pelanggaran etika yang dilakukan mendapat toleransi,” kata Bambang.
Dia mengatakan, rangkaian pelanggaran itu sudah cukup tergambarkan dari cerita tentang adanya “klik” penyidik di KPK dan resistensi kepada Direktur Penyidikan. Inilah bukti tentang terjadinya proses pembusukan dari dalam KPK sendiri.
Temuan Pansus Hak Angket KPK di DPR juga mengindikasikan bahwa pengingkaran terhadap azas organisasi di KPK sudah berlangsung sejak rezim kepemimpinan KPK terdahulu. Karut marut itu terlihat pada kelemahan pendokumentasian barang-barang sitaan KPK.
“Ketika organisasi menjadi karut marut karena perilaku tidak taat azas sejumlah oknum, pimpinan organisasi seharusnya menggunakan power atau kuasa kewenangan yang diberikan undang-undang kepadanya untuk membenahi organisasi itu,” ujarnya.
Di KPK, menurut dia, ada indikasi bahwa pimpinan tidak menggunakan kuasa kewenangan mereka untuk mendorong bawahan taat azas.
Pansus Hak Angket DPR ingin mengurai disfungsionalitas tatanan organisasi KPK akibat pembusukan dari dalam. Tujuannya, agar target perang melawan korupsi bisa dicapai.
“Agar perang itu bisa dimenangkan, semua unsur atau satuan kerja di KPK harus taat azas demi terjaganya soliditas struktur organisasi, sekaligus sebagai jaminan bagi proses tercapainya target pemberantasan korupsi. Taat azas adalah urat nadi sebuah organisasi KPK,” kata Bambang yang juga anggota Pansus hak angket KPK ini.
Kata dia, taat azas mengharuskan semua jajaran, termasuk pimpinan satuan kerja, punya kesadaran akan pentingnya batasan wewenang dan tanggung jawab.(faz/den/rst)