Sabtu, 23 November 2024

DPD Nilai UU Tapera Tak Berpihak Ke Rakyat

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Chazali Husni Situmorang Ketua IKA-USU, Irman Gusman Ketua DPD RI dan Parlindungan Purba Ketua Komite II DPD. Foto: Faiz Fajaruddin suarasurabaya.net

Irman Gusman Ketua DPD RI menilai Undang-undang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak melibatkan stake holder dalam pembahasannya. Ini karena proses pembahasan UU ini terkesan terburu-buru.

“Pembahasan UU ini belum melibatkan stake holder baik itu masyakat atau daerah. Sehingga terkesannya terburu-buru,” ujar Irman usai Focus Group Discussion (FGD) “Kesejahteraan Sosial atas Rumah, Membedah RUU Tapera” di gedung Nusantara V Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (24/2/2016).

Terkait melanggar hukum, Irman mengaku akan mempelajari terlebih dahulu UU ini. Untuk itu, FGD yang diselenggarakan hari ini, DPD akan membedah RUU Tapera dengan Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara. “Tentu harus kita pelajari. Acara ini sebenarnya dijadwalkan sebelum UU Tapera disahkan,” kata dia.

Ia menambahkan, subtansi dalam UU ini juga tidak sesuai dengan intention. Pasalnya perumahan rakyat merupakan yang mendasar, namun kenyataanya UU ini tidak berpihak kepada rakyat.

“UU ini jangan sampai berpihak kepada kelompok tertentu. Harusnya intention-nya kepada rakyatnya, bukan kepada pengelolaan uangnya. Kalau pandangan sementara cenderung sebuah pengelolan keuanganya bukan kepada rumahnya, ” kata senator asal Sumatera Barat itu.

Sementara itu, Parlindungan Purba Ketua Komite II DPD melihat UU Tapera ada peluang cacat formal. Makanya pada kesempatan ini, pihaknya akan mendapatkan masukan dari stakeholder. “Nantinya akan kami sampaikan kepada pimpinan DPD,” ujar dia.

Menurut Parlin, sudah banyak pihak yang akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun sifatnya baru perorangan. “Bagi kami Tapera merupakan amanat UU, namun bukan bagaimana mencari uangnya. Tetapi harusnya memperkuat tanggungjawab negara terhadap masyarakat yang berpenghasilan rendah,” kata senator asal Sumatera Utara itu.

Semua pendanaanya, kata dia, dari luar pemerintah. Sehingga pemerintah seolah-oleh melepas tanggung jawab. “Untuk itu Komite II DPD sudah menyiapkan konsep. Namun bagi kami perumahan ini merupakan hak primer, jika dibiarkan bagaimana nasib masyarkat yang tidak bekerja,” kata Parlindungan.

Dia menjelaskan, di dalam UU Tapera ini hanya mengatur bagi masyarakat yang sudah bekerja. Makanya perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). “Jadi PP ini perlu waktu tiga bulan, maka DPD akan memberikan sikapnya. Kita tahu, masih banyak masyarakat kita khususnya di Indonesia Timur yang tinggal di laut seperti di Maluku yang 90 persen desanya berada di laut,” ujar dia.

Di tempat yang sama Chazali Husni Situmorang Ketua IKA-USU mengatakan pihaknya mengkritik sejumlah pasal dalam UU Tapera. UU ini dirasa memberatkan, untuk itu memerlukan pendalaman lebih lanjut.

“Semenjak UU Tapera disahkan, dikritisi oleh IKA USU, karena itu kami berfikir perlu untuk membedahnya bersama-sama dengan DPD,” ujar dia.

Menurut Chazali, keganjilan dari UU ini dapat dilihat dari aspek kelembagaan, mekanisme pembiayaan, dan status hukumnya. UU Tapera ini tidak melibatkan peran pemerintah namun diandalkan uang pekerja sebesar 3 persen.

“Dana dipungut dari peserta sebesar 3 persen, tapi dikelola oleh pengusaha. Jadi tidak ada keterlibatan negara. Pemerintah hanya dana awal untuk memodali badan pengelola Tapera itu,” kata Chazali.(faz/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs