Ahmad Ishomuddin Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) menegaskan kalau Indonesia sebagai wadah bersama warganya yang sangat beragam harus dijaga keutuhannya. Setiap sebab perpecahan wajib untuk dihindari. Setiap tokoh masyarakat, tokoh agama hingga semua media juga wajib berupaya untuk menjaga keamanan dan kedamaian negara ini, lebih-lebih ibu kota Jakarta yang suhu politiknya semakin terasa memanas akhir-akhir ini.
“Kasus Ahok Gubernur DKI Jakarta, yang keseleo lidahnya sudah meminta maaf. Sudah seharusnya turut membuka kelapangan hati umat Islam untuk memaafkannya. Kemarahan umat Islam sebagai hal yang wajar itu harus terkendali, harus reda dan tidak perlu berlebihan. Percayalah pada ucapan bijak Ahmad Mustofa Bisri Mustasyar PBNU bahwa agamamu tidak akan menjadi hina karena dihina, tetapi sikapmu (yang buruk) yang membuatmu menjadi hina,” ujar Ahmad Ishomuddin dalam keterangan persnya, Jumat (14/10/2016).
Dia mengatakan kalau Allah melarang segala yang berlebihan karena pasti mengarah kepada kerusakan. Kasusnya, kata dia, sebaiknya diserahkan dan dipercayakan saja kepada pihak berwajib yang telah menerima laporan dari berbagai perwakilan umat Islam.
“Para tokoh agama seharusnya bertanggungjawab untuk meredakan kemarahan, mendinginkan hati umatnya dan bukan sebaliknya justru provokatif turut terlibat memanaskan suasana yang berpotensi destruktif dan ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik sesaat atau mungkin saja kepentingan asing,” kata dia.
Demo besar sebagian umat yang direncanakan hari ini bakda shalat Jumat di Masjid Istiqlal dengan judul “Tangkap Ahok” dengan bahasa yang provokatif, menurut Ahmad, sudah pasti menyiratkan kemarahan dan sekaligus ketidakpercayaan sebagian umat Islam kepada aparat penegak hukum kita atau justru kepada pemerintah saat ini.
“Apabila demonstrasi besar itu tidak segera bisa dikendalikan, bukan mustahil terjadi kekacauan dan memicu kerusuhan demi kerusuhan di ibu kota Jakarta,”ujar dia.
Ahmad menjelaskan, aparat kepolisian yang jumlahnya hanya sedikit dibandingkan massa yang berunjuk rasa harus mengawal ketat mereka dan jangan pula terpancing amarahnya oleh setiap ulah para demonstran yang sedang memperturutkan nafsu amarahnya.
Kata Ahmad, tidak mustahil unjuk rasa dalam jumlah massa yang besar seringkali ditunggangi bukan saja oleh kepentingan politik sesaat, tetapi juga ditunggangi oleh manusia picik yang seringkali membenturkan hubungan antara agama dan konstitusi kita. Dan bukan pula mustahil dirancang, didanai dan dikendalikan oleh tangan-tangan asing yang dengan sengaja ingin memecah belah kesatuan dan persatuan di Indonesia demi kepentingan-kepentingan mereka.
“Inilah yang mungkin tidak disadari oleh sekumpulan manusia yang sedang marah itu dan kehilangan akal sehatnya,” kata Ahmad.
Dia percaya bahwa umat Islam itu marah bukan karena hawa nafsunya, tetapi karena keimanannya atau karena ghirah (rasa cemburu) mereka terhadap agamanya yang menurut sebagian besar mereka sengaja dilecehkan. Namun, keimanan yang seakar
dengan kata “aman” dan “amanah” sejati itu seharusnya menciptakan situasi yang aman. Karena mewujudkan keamanan itu diamanahkan kepada orang-orang yang beriman.
Tidak dapat diingkari oleh akal sehat dan hati yang jernih bahwa sepanjang masa setiap makhluk hidup itu membutuhkan situasi aman sebagai sebuah kebutuhan primer yang pentingnya melebihi makan dan minum. Apabila suasana sampai tidak aman maka orang yang kenyang pun akan terganggu, tidak tenang dan mungkin tidak bisa tidur nyenyak. Dalam situasi aman barangkali saja orang yang lapar masih bisa tidur nyenyak.
Oleh sebab itu, Ahmad menghimbau kepada semua pihak berkewajiban untuk menciptakan suasana aman dan meraih kedamaian, baik untuk dirinya maupun pihak lainnya dengan cara bersatu padu untuk saling melindungi.
“Jangan sekali-kali mau diadu domba atau dipecah belah, nanti kita menjadi lemah dan mudah dikalahkan oleh musuh-musuh bangsa ini. Sesungguhnya, keamanan masyarakat itu lebih penting dari sekedar keimanan yang bersifat individual,” kata dia.(faz/dwi/rst)