Setelah sempat mandeg di badan legislatif, Rancangan Undang-undang (RUU) Keamanan Nasional (Kamnas) akhirnya kembali diajukan ke DPR oleh pemerintah.
Beberapa kalangan di DPR menilai, RUU ini belum mendesak sehingga pembahasannya tidak harus dilakukan pada musim persidangan tahun ini. “Secara pribadi saya melihat RUU ini tidak ada urgensinya untuk dibahas dalam waktu dekat,” kata Charles Honoris, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, di Surabaya, Selasa (19/4/2016).
Menurut dia, beberapa Undang-undang yang ada sudah mampu memayungi keamanan secara nasional. Yang diperlukan, kata dia, bukanlah membuat undang-undang baru melainkan bagaimana negara secara konsisten menerapkannya.
Charles khawatir, agenda reformasi seperti penguatan hak sipil, berpolitik, berserikat, dan berkumpul malah akan terbelenggu jika muncul Undang-undang baru ini.
Alternatif kebijakan yang bisa ditempuh untuk mengantisipasi perkembangan ancaman keamanan nasional, kata dia, adalah dengan meningkatkan kualitas aparat penegak hukum, meningkatkan fasilitas perangkat penegakan hukum, dan koordinasi antarinstansi terkait.
“Yang terpenting adalah meningkatkan konsolidasi, koordinasi, dan komunikasi antarinstitusi demi mewujudkan keamanan nasional yang tangguh dan komprehensif,” ujarnya.
Apalagi, RUU Kamnas juga dinilai bermasalah dalam perspektif yuridis karena RUU ini seakan ditempatkan lebih tinggi dibandingkan dengan undang-undang tentang TNI, serta Undang-undang tentang Polri.
Dia juga mencontohkan keterlibatan intelijen dengan kewenangan yang diperluas yang ada di dalam RUU Kamnas akan memunculkan polemik baru. Padahal, urusan dan kewenangan intelejen telah diatur dalam Undang-undang Intelijen. (fik/ipg)