Jumat, 22 November 2024

Perindo akan Membangun Ekonomi Kerakyatan

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Harry Tanoesoedibyo saat acara Deklarasi dan Pelantikan Dewan Pengurus Pusat Pemuda Perindo 2016-2021. Foto: Faiz suarasurabaya.net

Harry Tanoesoedibjo Ketua Umum Partai Perindo mengatakan partai yang dipimpinnya akan fokus membangun ekonomi kerakyatan dan meninggalkan ekonomi kapitalis dan neolib. Dia mengaku telah meninggalkan 101 perusahaan dengan karyawan sebanyak 30 ribu orang.

Perusahaan itu kemudian diserahkan kepada kalangan profesional agar bisa fokus mencapai cita-cita tersebut melalui jalur partai yang didirikannya dan berbagi pengalaman usahanya kepada bangsa Indonesia.

“Saya saat ini keliling Indonesia selain membangun partai juga sekaligus membangun ekonomi kerakyatan dengan berbagai langkah konkrit mulai dari pembinaan, pelatihan,bantuan permodalan bagi UKM. Saya turun langsung demi memastikan bahwa langkah yang diambil tepat sasaran.Saya sudah meninggalkan perusahaan karena sudah ada yang ngurusi dan berjalan sangat baik,” ujar Harry Tanoesoedibjo dalam acara pelantikan ormas Pemuda Perindo di Jakarta,Kamis (31/3/2016).

Harry yakin pengalamannya jatuh bangun membangun usaha yang dimilikinya selama 26 tahun bisa diterapkan mencapai tujuan tersebut,selama itu dilakukan dengan militansi, kerja keras dan kerja cerdas.

“Perindo hadir dengan tujuan yang jelas untuk membangun masyarakat kecil sesuai dengan tujuan kita membangun Indonesia sejahtera. Oleh karena itu Perindo akan menjadi pelopor perubah strategi berbangsa dan bernegara karena kalau tidak maka tujuan kemerdekaan yaitu memakmurkan kehidupan rakyat tidak akan tercapai,” kata dia.

Harry mengaku khawatir kalau arah pembangunan yang neolib dan kapitalis seperti sekarang terus dipaksakan dan tidak mengambil pondasi ekonomi kerakyatan, maka tujuan mensejahterakan rakyat tidak akan tercapai. Malah yang akan terjadi adalah kesenjangan antara si kaya dan si miskin akan terus melebar.

Dia mencontohkan bagaimana dua negara yaitu India dan Cina yang perekonomian keduanya berada di bawah perekonomian Indonesia saat ini bernasib berbeda karena penerapan ekonomi neolib kapitalis dan ekonomi kerakyatan.

“Tiongkok dan India, dua negara besar dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan dibawah Indonesia 30 tahun lalu.India karena jajahan Inggris menerapkan ekonomi neolib kapitalis seperti Inggris dengan harapan mereka bisa makmur seperti Inggris.Tapi karena tingkat pendidikan rakyatnya tidak semaju Inggris,yang terjadi justru penerapan ekonomi neolib kapitalis membuat jurang antara si kaya dan si miskin bertambah jauh,” ujar dia.

Sementara Tiongkok awalnya ekonomi dan pendidikan rakyatnya dibawah Indonesia dengan jumlah penduduk 1,3 miliar orang. Tiongkok menerapkan ekonomi kerakyatan.Membangun pondasi ekonomi dari kelompok yang justru tidak mapan.Kelompok ini diberikan perlakuan khusus mulai dari pendanaan, pelatihan dan kebijakan. Hasilnya pertumbuhan ekonomi mereka mengalami hal yang luar biasa. Kelompok ekonomi lemah semakin jauh berkurang dan jumlah masyarakat mapan terus bertambah.Cina pun menjadi kekuatan ekonomi nomer 2 terkuat di dunia.

Tiongkok, menurut Harry, sejak awal menyadari bahwa dengan masyarakat yang tingkat pendidikanya tertinggal, ekonomi kapitalis dan neo liberal tidak bisa diterapkan.

“Jadi sekarang tergantung pada kita sendiri untuk merobah konsep ekonomi kita,apakah kita akan mencontoh India atau Tiongkok. Kami jelas memilih membangun basis ekonomi kerakyatan, Ibarat membangun gedung,dengan struktur dan pondasi yang kuat, maka membangun gedung belasan lantai juga tidak akan jadi masalah,” kata Harry.(faz/dop)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs