Fokus Group Discussion (FGD) yang digelar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur yang melibatan beberapa pakar hukum tatanegara menghasilkan dua rekomendasi agar Pemilihan Gubernur (Pilgub) tidak dilakukan secara langsung melainkan melalui mekanisme pemilihan di DPRD.
“Ada dua opsi yang dihasilkan dari FGD kali ini,” kata Freddy Poernomo, Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur, Kamis (17/3/2016). Dua opsi ini selanjutnya akan dikirimkan ke DPR RI sebagai bahan masukan dalam melakukan revisi Undang-undang tentang Pilkada.
Opsi yang diusulkan adalah pemilihan gubernur dipilih langsung lewat DPRD. Artinya, gubernur dipilih oleh anggota DPRD Provinsi. Sedangkan opsi kedua, yaitu gubernur dipilih oleh anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten/Kota serta anggota DPD RI dari provinsi yang menyelenggarakan pemilihan gubernur.
“Hal mendasar dalam usulan ini adalah bagaimana bisa menghemat anggaran pemilihan gubernur. Jika digelar langsung, pilgub Jatim nanti anggaranya mencapai Rp1,9 triliun. Akan lebih pas jika pilkada digelar DPRD,” ujarnya.
Terkait usulan ini, Komisi A DPRD Jawa Timur juga langsung menjalin komunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri, serta Komisi II DPR. “Kami sudah berkomunikasi dan disambut baik. Usulan ini akan segera dijadikan pertimbangan revisi undang-undang,” kata Freddy.
Selain efektif, pilkada di tangan DPRD juga bisa meminimalisir terjadinya potensi korupsi penyelenggara pemilu yang saat ini kerap terjadi.
Sementara itu, Tjutjuk Sonario Wakil Ketua DPRD Jawa Timur sepakat pelaksanaan Pilkada khususnya Pemilihan Gubernur Jawa Timur dilakukan oleh DPRD.
Menurut dia, untuk Pilgub Jawa Timur yang rencananya digelar tahun 2018, anggaran yang digunakan dari APBD cukup besar karena lebih dari Rp1,9 triliun.
Padahal kondisi ekonomi dalam negeri saat ini belum stabil dan membutuhkan anggaran besar untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
“Daripada uang segitu besar hanya digunakan untuk pilgub, lebih baik digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Banyak program kerakyatan yang tertunda akibat anggarannya terserap dalam persiapan pilgub. Revisi UU Pemilu kami berharap agar pilkada dilakukan tak langsung,” kata politisi dari Gerindra ini.
Sementara itu, Haryono, Pakar Humum Tatanegara yang diundang dalam FGD kali ini mengatakan, pilkada melui DPRD bisa dilakukan dengan sejumlah pertimbangan. Diantaranya pilkada langsung dipastikan akan membebani APBD, selain itu, di masyarakat rawan terjadinya permusuhan dan perpecahan.
“Untuk Pilgub yang paling tepat lewat DPRD provinsi dengan melibatkan DPRD kabupaten/kota yang juga memiliki suara. Para anggota DPRD tingkat II bagaimanapun juga mewakili suara masyarakat,” ujarnya.
Terkait peran KPU, kata Haryono, KPU hanya ada saat Pilpres dan saat pemilihan anggota legislatif saja. (fik/iss)