J Kristiadi Pakar Politik Center for Strategic and International Studies (CSIS), menegaskan kalau Ketua Umum (Ketum) Golkar yang akan datang harus yang bisa menjaga kepercayaan. Jangan sampai sosok yang memimpin partai tersebut mengkhianati kepercayaan yang sudah dibangun.
“Jokowi Presiden pasti menginginkan yang seperti itu. Dia tak nyaman dengan orang yang tak memenuhi kriteria tersebut,” ujar Kristiadi, saat dihubungi suarasurabaya.net, Senin (29/2/2016).
Selain itu, kata Kristiadi, sosok tersebut harus menjaga kepercayaan publik secara umum. Hal itu dilakukan dengan proses transparansi menjelang Munas. Golkar harus mengungkapkan ke publik siapa saja yang memiliki hak pilih. Selama ini kepengurusan Golkar sudah kembali kepada DPP berdasarkan Munas Bali.
Kristiadi bertanya-tanya, apakah DPD I dan II juga kembali seperti pada era Munas Bali. Jangan-jangan, menurut Kristiadi, ada yang membentuk kepengurusan DPD I dan II tersendiri untuk kepentingan Munas.
Sebelumnya, Joko Widodo Presiden menyebut tak masalah disebut sebagai presiden gila, presiden saraf, hingga presiden koppig atau keras kepala. “Saya enggak apa-apa dikatain presiden gila, presiden sarap, presiden koppig. Enggak apa-apa,” kata Jokowi Presiden.
Presiden dengan nada suara bergetar dan tangan gemetar menahan amarah menyatakan hal itu di depan wartawan selepas jumpa pers mendadak. “Tapi, tapi tidak boleh yang namanya lembaga negara itu dipermainkan. Lembaga negara itu bisa kepresidenan, bisa lembaga negara lain,” kata presiden.
Namun ia menegaskan jika sudah menyangkut wibawa dan mencatut namanya untuk meminta saham 11 persen Presiden Jokowi menegaskan hal itu tidak bisa dibenarkan. Hal itu disampaikan Presiden menyangkut kasus “Papa Minta Saham” yang diduga melibatkan Setya Novanto mantan ketua DPR dari Partai Golkar.(faz/iss/ipg)