Zulkifli Hasan ketua MPR RI menegaskan, Indonesia saat ini sudah berusia 71 tahun. Saat itu, kata dia, atas nama bangsa Indonesia, Soekarno dan Hatta memproklamirkan negara baru, yaitu Indonesia.
Zulkifli mengatakan, dalam usia kemerdekaan yang ke 71 ini, semakin sulit juga menemukan saksi hidup peristiwa bersejarah tersebut, sehingga dia lebih baik menukilkan kisah Soekarno dan Hatta.
“Makin sulit saja kita menemukan saksi hidup yang hadir pada peristiwa bersejarah itu, karena itu ada baiknya kami nukilkan kisah proklamasi tersebut sebagaimana dituturkan bung Karno,” ujar Zulkifli saat membacakan pidato sidang tahunan MPR RI di gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2016).
Zulkifli kemudian menceritakan saat Soekarno dan Hatta menyiapkan dan menuliskan teks proklamasi, yang menggambarkan sebuah persatuan dan bisa menjadi contoh pada generasi sekarang.
“Proklamasi itu pendek saja. Pernyataan singkat yang tidak menggetarkan perasaan. Pernyataan ini tidak dipahatkan diatas perkamen dari emas. Kalimat-kalimat ini hanya digoreskan pada secarik kertas dari buku tulis. Dari buku tulis anak sekolah. Aku menyobeknya selembar, dan dengan tanganku sendiri menuliskan kata-kata Proklamasi diatas garis-garis biru itu,” kata bung Karno yang ditirukan oleh Zulkifli.
“Bung Hatta juga mempunyai kisah tentang pembuatan teks Proklamasi. Bung Karno minta bung Hatta saja yang membuatnya. Bahasanya saya anggap yang terbaik, kata bung Karno. Lalu bung Hatta menjawab, lebih baik bung menuliskan, saya mendiktekan,” ujar bung Hatta yang ditirukan oleh Zulkifli.
Menurut dia, dialog dua proklamator ini demikian manis untuk dikenang, demikian syahdu untuk direnungkan. Mereka saling menghormati, saling mengetahui peran dan kelebihan masing-masing. Mereka saling melengkapi, menyatu dan bersatu. Keduanya benar-benar menggambarkan dan mewakili suasana kebatinan seluruh rakyat Indonesia.
Kata dia, tanpa ada persatuan takkan lahir Indonesia. Tanpa persatuan tak akan bertahan Indonesia. Hingga berbilang abad ke depan. Tanpa persatuan tak akan ada kemajuan. Tanpa persatuan tak ada keadilan dan kemakmuran bersama.
“Itulah yang dibutuhkan dari dulu, kini esok hari, hingga seterusnya. Tapi mari kita bertanya pada diri masing-masing apakah semangat persatuan itu masih ada? Jawabnya jelas, masih. Tapi pada saat yang bersamaan kita juga merasa was-was, kita dihinggapi kekhawatiran lepasnya lagi sebagian wilayah kita seperti Timor Timur, Sipadan Ligitan di masa yang lalu,” ujar dia.
Zulkifli juga mengajak rakyat Indonesia untuk mencamkan persatuan dengan makna yang luas, tak hanya menyangkut keutuhan wilayah, tetapi juga perstuan dalam perjuangan di bidang ekonomi, dalam konteks hubungan antar negara atau Indonesia sendiri.(faz/dwi)