Indeks Demokrasi Jawa Timur berada di urutan ke 23 dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Meski dinilai sangat buruk, namun demokrasi di Jawa Timur sebenarnya sudah mulai membaik karena pada tahun sebelumnya Indeks Demokrasi Jawa Timur berada di urutan ke 32 dari 34 provinsi yang ada di Indonesia.
“Saya kaget, kalau dilihat indek ini kayaknya tidak mencerminkan kondisi yang ada di Jawa Timur,” kata Jonathan Judianto, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jawa Timur, Kamis (28/4/2016).
Menurut dia, hasil penilaian Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) menunjukkan jika indeks Jawa Timur hanya 70 poin dan berada di bawah rata-rata nasional yang mencapai 73 poin.
Jonathan mengatakan, demokrasi di Jawa Timur dinilai anjlok karena kesalahan administrasi penghitungan yang dilakukan IDI. Setelah dikaji, beberapa pelaporan kemajuan demokrasi di Jawa Timur ternyata tidak dimasukkan dengan sempurna.
“Misalnya ada 10 rekomendasi dari DPRD ke gubernur, tapi 10 rekomendasi ini ditulis dalam satu surat maka itu dihitung satu. Jadi saya sudah minta ke Sekretaris DPRD yang begini ini bisa ditulis dalam 10 surat jangan hanya satu,” kata dia.
Selain itu, jebloknya Indeks Demokrasi di Jawa Timur juga disebabkan minimnya keterwakilan perempuan di DPRD Jawa Timur. Saat ini, dari 100 orang anggota DPRD, keterwakilan perempuan memang hanya 15 orang.
“Komposisi parpol di setiap dapil tidak ada yang kurang 30 persen keterwakilannya, tapi persoalan rakyat hanya memilih 15 orang perempuan saja di parlemen itukan haknya rakyat,” ujar mantan Sekretaris KPU Jawa Timur ini.
Selain itu, munculnya peraturan gubernur nomor 55 tahun 2012 tentang pelarangan Ahmadiyah dan Syiah juga memperburuk penilaian dari IDI. “Padahal dengan pergub ini, kondisi di Jatim malah lebih aman. Penilaian inikan juga tidak adil,” kata dia.
Banyaknya unjuk rasa yang berujung anarkis, serta belum rampungnya penyelesaian Syiah Sampang ternyata juga menjadi bahan penilaian tersendiri sehingga menjadikan Indeks Demokrasi di Jawa Timur dinilai sangatlah buruk.
Terkait hal ini, Jonathan mengaku telah mengutus perwakilannya untuk melakukan study banding ke Jakarta, Sulawesi Selatan dan Yogyakarta karena tiga provinsi ini memiliki indeks di urutan pertama, kedua dan ketiga. Hasil dari study banding ini menunjukkan jika kesalahan administrasi yang menjadikan keterpurukan indeks di Jawa Timur. (fik/ipg)